Medan, — Di tengah dinamika bangsa yang semakin menuntut keterbukaan informasi, peristiwa intimidasi terhadap Wakil Ketua PWI Batu Bara, Sholeh Pelka dan wartawati atas nama Mariati AB menjadi pukulan keras bagi dunia pers Indonesia. Peristiwa yang terjadi saat Sholeh meliput antrean BBM di SPBU Sukaraja, Batu Bara, Jumat 5 Desember 2025 itu memicu reaksi luas, termasuk dari Ariswan, Aktivis Muda Sumatera Utara yang menyampaikan sikap tegas serta pandangan visioner mengenai pentingnya perlindungan terhadap wartawan.
Ariswan Minggu (07/12/2025)
menegaskan bahwa tindakan intimidasi tersebut tidak hanya melukai seorang wartawan, tetapi juga merusak tatanan demokrasi dan menggangu hak publik untuk mendapatkan informasi. Ia meminta Aparat Penegak Hukum segera bertindak cepat dan tegas terhadap terduga pelaku yang diduga menghalangi tugas jurnalistik. Menurutnya, hukum harus ditegakkan tanpa kompromi karena Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sudah sangat jelas mengatur bahwa siapa pun yang menghambat atau menghalangi tugas jurnalistik dapat dikenai pidana penjara dan denda sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 ayat 1.
Ariswan (foto) menilai bahwa intimidasi terhadap wartawan adalah bentuk serangan langsung terhadap amanah reformasi dan prinsip dasar negara demokrasi. Ia menegaskan bahwa kebebasan pers bukan sekadar slogan, melainkan fondasi yang memastikan negara tetap berjalan di jalur yang benar. Setiap upaya pembungkaman, sekecil apa pun, menurutnya adalah upaya meruntuhkan pilar demokrasi itu sendiri.
Dalam pernyataannya, Ariswan menyerukan agar seluruh wartawan di Indonesia menunjukkan solidaritas terhadap Sholeh Pelka dan Mariati AB. Ia menekankan bahwa hari ini yang menjadi korban adalah Sholeh dan Mariati, tetapi besok bisa siapa saja yang tengah menjalankan tugas jurnalistik. Solidaritas pers, menurutnya, adalah kekuatan moral yang mampu menekan tindakan intimidatif dan memastikan bahwa wartawan tetap dapat bekerja tanpa rasa takut.
Ariswan juga berbicara mengenai peran penting wartawan dalam kehidupan berbangsa. Ia menyebut wartawan sebagai penjaga informasi publik, pengawas kekuasaan, penyeimbang demokrasi, serta suara masyarakat yang membutuhkan keadilan dan keterbukaan. Tanpa wartawan yang bebas dan terlindungi, negara akan kehilangan kontrol sosial dan masyarakat akan kehilangan akses terhadap informasi yang seharusnya mereka ketahui.
Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa negara harus hadir penuh dalam melindungi pers. PWI dan seluruh organisasi kewartawanan di Indonesia juga diminta untuk tetap solid dan berada di garda depan membela hak-hak wartawan yang menjadi korban intimidasi. Ariswan berharap penanganan kasus ini dilakukan secara transparan dan tegas agar menjadi pelajaran bagi siapa pun yang mencoba menghalangi kerja jurnalistik.
Menurut Ariswan, suara pers tidak boleh padam hanya karena ancaman, tekanan, atau tindakan yang tidak bertanggung jawab. Selama pers berdiri tegak, selama itulah Indonesia memiliki harapan untuk terus memperbaiki dirinya.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar