KAB.BOYOLALI, suarakpk.com – Pemerintah Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali dinilai mengabaikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Saat ditemui media suarakpk di ruang kerjanya kemarin Jumat (19/11/2021) Camat Sugiarto,S.Sos, menuturkan, bahwa semua kegiatan ataupun Potensi Desa di wilayah Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali yang ada di wilayahnya tidak boleh diliput dan dipublikasikan oleh media bila tanpa persetujuan Kepala Seksi Tata Terbit Kecamatan.
“Kalau saya tanya trantib dulu gimana, karena kemarin ada orang yang mengatasnamakan ini itu dan pihak kecamatan tidak tahu, makanya segala sesuatu tak suruh menghadap ke trantib, bila mau masuk ke daerah-daerah bila trantib mengijinkan silahkan,” tutur Camat Klego dengan naga sinis kepada media.
Sementara, Kasi Trantib Kecamatan Klego, Suryanto, saat ditemui di diruang kerjanya, menegaskan bahwa semua media tidak diijinkan meliput ke daerah-daerah, dirinya berdalih, di lingkungan Pemerintah Kecamatan Klego telah memiliki channel informasi sendiri, sehingga dia melarang media luar kedinasan mempublikasikan di wilayahnya.
“Misalkan seperti di Inspektorat, BPK, dan sebagainya, terus pemberian informasi desa ke khalayak lain sudah distruktur, jadi nanti kita menyalahi aturan, kalau ada dari pihak lain, luar kedinasan, kemudian yang akan mengekspose berita di wilayah Kabupaten,” tegasnya.
Lebih lanjut, Suryanto mengungkapkan, bahwa apa yang dia lakukan sesuai perintah Bupati Boyolali, dimana Media di luar kedinasan tidak diperbolehkan mengekspose potensi wilayah.
“Jadi memang untuk masuk ke desa-desa dan mengeksppose sendiri-sendiri tidak diperbolehkan, nanti takutnya ada kesalahan dari pihak Kabupaten, malah repot nanti,” terangnya.
Ditandaskan Suryanto, bahwa desa itu di wilayah kecamatan, pemangku wilayahnya adalah camat, dari kabupaten memang tidak ada arahan untuk mengekspose potensi desa.
“Jadi kita tidak bisa mengambil kebijakan sendiri, mengijinkan dan juga yang lainya, kecuali secara kedinasan secara tersetruktur dari Bupati, turun ke dinas itu lain lagi, kalau kita sendiri tidak bisa mengijinkan dengan terpaksa,” tandasnya.
Suryanto menambahkan, bahwa media selain suara merdeka, solopos tidak diijinkan meliput dan mempublis potensi di wilayahnya.
“Karena mikanisme pekerjaan itu, kita tidak bisa terpisah-pisah, saling keterikatan, jadi dengan amat sangat terpaksa, nyuwun sewu saya tidak berkapasitas, kecuali media resmi cetak seperti suara merdeka, solopos dan sebagainya, ada hala-hal yang memang perlu diberitakan di wilayah kabupaten Boyolali, dia kan langsung ke lokasi, njenengan kordinasi ke kabupaten dulu,” pungkasnya.
Untuk diketahui, bahwa Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah salah satu produk hukum Indonesia yang dikeluarkan dalam tahun 2008 dan diundangkan pada tanggal 30 April 2008 dan mulai berlaku dua tahun setelah diundangkan. Undang-undang yang terdiri dari 64 pasal ini pada intinya memberikan kewajiban kepada setiap Badan Publik untuk membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali beberapa informasi tertentu.
UU No. 14 Tahun 2008, diberlakukan bertujuan untuk :
a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;
b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;
d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Selain itu, UU No. 14 Tahun 2008 juga mengatur sanksi pidana bagi pejabat publik yang tidak mau memberikan informasi publik sebagaimana diatur dala Pasal 52 UU KIP menyebutkan : Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/ atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan undang-undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain, dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Sebagaimana dijelaskan Ketua Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi, Komisi Informasi Pusat (KIP), Arif A. Kuswardono mengatakan, pejabat publik bisa terkena sanksi jika tidak memberikan informasi publik. Ia mengatakan, sanksi tersebut mulai dari demosi hingga penjara satu bulan atau membayar denda pidana sebesar Rp 5 juta. "Kalau pejabat publik tidak menjalankan kewajibannya, dia bisa didemosi oleh atasannya. Artinya ada sanksi bahkan hingga diberhentikan," ujarnya dalam acara bedah sengketa HAKI yang ditayangkan secara virtual, Jumat (29/1/2021).
"Kecil (pidananya) cuma Rp 5 juta atau satu bulan penjara kepada pejabatnya. Tapi, jangankan satu bulan penjara, satu hari pun orang enggak mau. Itu sudah kejadian Camat di Kota Batu, Malang. Karena dia tidak mau memberikan informasi," pungkas Arif.
Sementara, ketentuan pidana yang menghalangi tugas pers diatur dalam Pasal 18 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, tertulis aturan tentang peran serta masyarakat dan ketentuan pidana, yang tertulis:
"Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)."
(wawan/mujib/red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar