SEMARANG, suarakpk.com – Semula
Sugiyono, SE.,SH.,MH tak punya niat untuk menjadi pengacara. Bahkan, merasa
takut untuk menekuni profesi itu. Namun kemudian dia melihat, dunia pengacara
itu penuh tantangan. Apalagi profesi pengacara sangat disegani oleh masyarakat,
karena selalu menjadi salah satu ujung tombak keadilan.
“Pengacara itu sangat dibutuhkan sebagai
pelurus atau kontrol hakim, jaksa dan polisi, dengan adanya pengacara, hak-hak
tersangka bisa dilindungi secara hukum,” kata Sugiyono, SE.,SH.,MH saat ditemui
senin (18/5) di kediamannya.
Karena itu, Sugiyono, SE.,SH.,MH pun
mantap untuk memilih profesi pengacara. Dikisahkannya, pada awal-awal menjadi
pengacara, dia memang memenuhi kendala, terutama banyaknya kasus-kasus yang
ditangani belum bisa diselesaikan dengan tuntas.
Dia mencontohkan ketika menangani kasus
pidana di wilayah hukum Polres Grobogan, sudah mampir delapan bulan belum masuk
persidangan.
Sugiyono, SE.,SH.,MH yang akrab
dipanggil dengan sebutan Pak GIEK, dikenal selalu lantang dan keras setiap kali
bicara, tapi dibalik nada yang keras, ternyata hatinya tetap ramah dan komunikatif.
Dan dibalik keras bicaranya itu, tersimpan analisis kritis, konsep-konsep, dan
harapan-harapan serta pandangannya tentang hukum. Dan untuk semua itu perlu
didukung tekad, nyali, dan keberanian.
“Menjadi pengacara itu dibutukan
keberanian,“ ujarnya.
Dengan keberaniannya itu pula, Sugiyono
masih bertekad untuk menegakkan hukum yang bersih dan berwibawa, sehingga
benar-benar ada reformasi hukum di Indonesia.
KEPRIHATINAN
Kewibawaan hukum di Indonesia yang makin
menurun tampaknya juga menjadi keprihatinan Sugiyono. Kenyataan itu sebenarnya
tidak bisa dipungkiri, karena keadaan hukum di Indonesia memang memprihatinkan.
“Hukum dianggap menjadi sisi lain dari
kehidupan masyarakat, bahwa sering dianggap “musuh” yang tidak harus dikenal,
diketahui atau dipahami. Hal ini disebabkan salah satunya oleh rendahnya
pemahaman masyarakat terhadap fungsi hukum maupun hukum itu sendiri, yang
timbul karena faktor keterbatasan informasi dan kesulitan dalam memahami
subtansi hukum yang berlaku,” katanya.
Dijelaskan Sugiyono, bahwa Hukum sebagai
kaidah yang mengatur masyarakat seharusnya dapat dijadikan pedoman bagi setiap
orang yang melakukan interaksi (baik berupa perilaku maupun hubungan hukum)
antara sesama dalam suatu masyarakat yang bersangkutan benar-benar mengerti
substansi yang diatur, serta memahami hak dan kewjiban konstitusional yang
dijamin dalam hukum yang berlaku.
“Ketimpangan-ketimpangan dalam bidang
hukum itu makin memacunya untuk menciptakan keselarasan dalam dunia hukum.
Keadaan seperti itu kadang-kadang malah dimanfaatkan oleh orang tertentu dan
justru memperparah wibawa hukum di Indonesia,” jelasnya.
Menurut Pak Giek, bahwa ketidak
harmonisan dalam dunia hukum itulah yang mendorong dirinya terpanggil untuk
bisa membantu memperbaikinya.
“Saya tidak bisa sendirian. Kalau hanya
sendiri dalam memperjuangkan penegakkan hukum dan ketidak adilan, kita malah
disebut pembangkang. Peran serta masyarakat yang diwakili LSM dan organisasai
masyarakat, dan wartawan juga perlu dalam usaha pengembalian citra hukum.
Masyarakat harus memahami hak-hak dan jangan jadikan pengadilan sebagai tameng
untuk menutupi kesalahan,” terangnya.
TAK
SEKEDAR CARI NAFKAH
Berdasarkan moto tersebut, Sugiyono
selalu memandang profesi pengacara bukan sekedar kegiatan mencari nafkah
semata-mata, melainkan juga bagaimana memberikan manfaat bagi masyarakat, baik
langsung (misalnya pembelaan Pro bono, Pro Deo) maupun yang bersifat jangka panjang (long time) misalnya
menyadarkan masyarakat akan hak-hak hukum mereka.
Integritas serta kepercayaan terhadap
profesi dan cita-citanya itulah, yang membuat Sugiyono mampu melewati semua
rintangan dengan pasti.
“Saya menyadari, setiap pilihan tentu
mempunyai konsekuensinya. Maka semua hal yang terjadi sebagai konsekuensi
terhadap pilihan, akan saya hanyati dan saya terima bukan sebagai kendala
ataupun rintangan, melainkan lebih sebagai tantangan menuju kepada kematangan
dan kemajuan,” ucapnya.
Karena itu, lanjut Pak Giek, bahwa
dirinya berpikir, setiap orang yang ingin terjun ke dunia profesi pengacara,
seyogiannya berangkat dari panggilan hati.
“Dengan panggilan hati, ia akan
mencintai profesi pengacara secara total. Dan dengan kecintaan terhadap profesi
pengacara, ia akan mempunya ketangguhan, daya tahan, integritas, serta
penghayatan profesi pengacara yang etis (bermoral),” imbuhnya.
Lelaki yang memegang falsafah hidup “sak madya dan aja dumeh”, juga memiliki hobby
mengoleksi pusaka ini sekarang hidup bahagia beserta istri dan dua oarang anak.
Di rumah yang sekaligus kantornya yang sederhana, di Jl. Suratmo Nomor 66 di
Kota Semarang, Hp. 0815.2029.168.
Di sela-sela kesibukannya, selalu
digunakan untuk keluarga, rekreasi, ataupun sekedar istrirahat di rumah.
“Saya sangat mencitai keluarga, maka
saya harus membahagiakan, agar selalu harmonis,” ungkapnya.
Dikatakan Pak Giek, bahwa salah satu
cara untuk membahagiakan putra dan putrinya yang masih duduk sekolah dasar dan
sekolah menengah, adalah dengan mempersiapkan masa depan pendidikan melalui
asuransi pendidikan. (Maksum/Tim/Red)
Mantap bapak ini...
BalasHapusMantap mantap
BalasHapus