Mendengar desas-desus hukuman
mati membuat sebagian kalangan kecil resah dan ketar-katir. Terlebih jika
hukuman mati ini diterapkan kepada pelaku korupsi. Bagi mereka, Tindakan Pidana
Korupsi (Tipikor) hanya sebuah apartemen belaka.
Namun,
jika dengan adanya hukuman mati bagi pelaku korupsi akan menjadi episode baru. Karena
taruhannya nyawa, yang dipastikan akan melayang dan kemudia diadili oleh yang Maha
Adil, tanpa bisa melakukan banding atau pembelaan seperti di dunia. Presiden
Joko Widodo saat menghadiri peringatan Hari Anti Korupsi se-Dunia di SMKN 57 Jakarta
(9/12/19) mengungkapkan kemungkinan adanya hukuman mati bagi pelaku Tipikor, jika
masyarakat mengehendakinya.
"Kalau
masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU Pidana Tipikor (hukuman mati)
itu dimasukkan," ungkap Presiden Jokowi.
Namun,
dalam hal ini hukuman mati tersebut tidak ucup-ucup diberlakukan, melainkan perlu
melalui perjalanan panjang. Kalau kita coba geser-geser berita yang beredar, maka
nampak banyak prolemik, ada yang setuju, ada pula yang tidak, dengan berbagai macam
alasannya.
Akan
tetapi, tindakan Pak Jokowi yang mengutarakan hal tersebut di ruang publik mengindikasikan
dan memberi pesan bahwa hal itu mungkin-mungkin saja. Apalagi diungkapnkan jika
masyarakat berkehendak. Selaras dengan adagium "Vox populi, vox dei" (Suara rakyat adalah suara Tuhan).
Sebetulnya
hukuman mati bagi Koruptor sudah diatur dalam Undang Undang, hanya saja ruanglingkupnya
terbatas. Yaitu dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat (2) tentang Pemberantasan
Tipikor yang menyatakan hukuman mati bagi koruptor apabila melakukan tindakan korupsi
saat negara dalam kondisi krisis ekonomi, moniter, atau mengkorupsi uang bantuan
bencana alam.
Ruanglingkup
disebut sangat sempit. Bahkan sejauh ini belum ada kasus koruptor dihukum mati sebagaimana
UU tersebut. Dengan tetap tidak menutup kemungkinan ada namun terselip. Menurut
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dilansir Detik.com, pada 29/01/2019, Indonesia
menduduki peringkat ke 89 dari seluruh negara di dunia. Ada peningkatan 38 dari
sebelumnya.
Akan
tetapi bukan lantas Indoesia sudah aman dan bersih dari korupsi, penghambat utama
kemajuan Indoensia sehingga menghambat langkah dari negara berkembang menuju negara
maju adalah korupsi yang amat diberdayakan di Indonesia. Sehingga itu perlu disolusikan
bersama. Dengan apa? Salah
satu tawarannya adalah menerapkan hukuman mati bagi Koruptor.
Melihat tujuan suatu
hukuman, yaitu efek jera baik bagi pelaku atau pun orang lain, maka perlu ada perubahan
dalam penerapan hukumnya. Karena,
sejauh ini melihat efektifitas undang undang dan hukum pemberantasan korupsi yang
diberlakukan, masih belum berpengaruh signifikan. Para tikus-tikus berdasi masih
berkeliaran dengan riang sembari merekhkan senyumnya. Ironisnya lagi, bagi Indonesia
rompi kuning adalah baju kebanggaan.
Melihat
beberapa negara yang menerapkan hukum mati bagi para koruptor, Cina, Korea Utara
dan beberapa negara lainnya yang secara peringkat adalah negara maju, kenapa tidak
dengan Indonesia?
Berbicara
hukuman mati melanggar hak Asasi Manusia, sebagaimana disinggung Ketua DPR RI Puan
Maharani. Mari coba kita lihat lagi, lebih tidak berprikemanusiaan mana kah antara
membunuh satu orang atau membiarkan orang itu yang memakan uang rakyat sehingga
banyak yang mati kelaparan?
Anggap
saja pada kesempatan ini kita disuguni pilihan dilematis (simalakama), antara memilih
membunuh satu orang demi orang-orang, atau membunuh orang-orang demi seorang. Apabila
diperkenankan mengaca ke Yesus, maka ia rela disalib demi menebus dosa-dosa umatnya.
Secara
sederhana dalam kaidah ushul dar'ul mafasid
muqaddamun 'ala jalbil mashalih (mencegah kerusakan didahulukan dari pada menorehkan
kebaikan). Artinya, lebih baik membunuh satu orang demi kemaslahatan orang-orang. Selain
memperketat dan mengoptimalkan pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga
memberlakukan hukuman yang tegas sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam arti pada
kadar korupsi tertentu.
Masalah
undang undang hukuman mati bagi para koruptor, lagi-lagi sebagaimana di sampaikan
di atas perlu melewati perjalanan panjang. Bahkan tidak menutup kemungkinan kehabisan
bensi di tengah jalan.
Pada
intinya, menggalakkan pemberantasan korupsi harus dipertegas dan diberantas sampai
ke akar-akarnya. Korupsi merupakan ancaman berbahaya demi kelangsungan Indonesia.
Dari tulisan ini adalah satu suara rakyat Indonesia. "Negara kita ini paling
kaya di dunia, kok jadi paling melarat sekarang? Karena korupsi dibiarkan, tidak
ditindak" kata Gus Dur.
Penulis
: Syamsul Hadi (Aktivis dan Tokoh Pemuda Bangkalan).
Mantul, pantang mundur membela kebenaran...
BalasHapus