Riak-Riak Hukuman Mati Koruptor, Kenapa Tidak? - SUARAKPK

BERITA HARI INI

Home Top Ad


Penghargaan dari Kedubes Maroko


 

13 Desember 2019

Riak-Riak Hukuman Mati Koruptor, Kenapa Tidak?


Mendengar desas-desus hukuman mati membuat sebagian kalangan kecil resah dan ketar-katir. Terlebih jika hukuman mati ini diterapkan kepada pelaku korupsi. Bagi mereka, Tindakan Pidana Korupsi (Tipikor) hanya sebuah apartemen belaka.

Namun, jika dengan adanya hukuman mati bagi pelaku korupsi akan menjadi episode baru. Karena taruhannya nyawa, yang dipastikan akan melayang dan kemudia diadili oleh yang Maha Adil, tanpa bisa melakukan banding atau pembelaan seperti di dunia. Presiden Joko Widodo saat menghadiri peringatan Hari Anti Korupsi se-Dunia di SMKN 57 Jakarta (9/12/19) mengungkapkan kemungkinan adanya hukuman mati bagi pelaku Tipikor, jika masyarakat mengehendakinya.

"Kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU Pidana Tipikor (hukuman mati) itu dimasukkan," ungkap Presiden Jokowi.

Namun, dalam hal ini hukuman mati tersebut tidak ucup-ucup diberlakukan, melainkan perlu melalui perjalanan panjang. Kalau kita coba geser-geser berita yang beredar, maka nampak banyak prolemik, ada yang setuju, ada pula yang tidak, dengan berbagai macam alasannya.

Akan tetapi, tindakan Pak Jokowi yang mengutarakan hal tersebut di ruang publik mengindikasikan dan memberi pesan bahwa hal itu mungkin-mungkin saja. Apalagi diungkapnkan jika masyarakat berkehendak. Selaras dengan adagium "Vox populi, vox dei" (Suara rakyat adalah suara Tuhan).

Sebetulnya hukuman mati bagi Koruptor sudah diatur dalam Undang Undang, hanya saja ruanglingkupnya terbatas. Yaitu dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat (2) tentang Pemberantasan Tipikor yang menyatakan hukuman mati bagi koruptor apabila melakukan tindakan korupsi saat negara dalam kondisi krisis ekonomi, moniter, atau mengkorupsi uang bantuan bencana alam.

Ruanglingkup disebut sangat sempit. Bahkan sejauh ini belum ada kasus koruptor dihukum mati sebagaimana UU tersebut. Dengan tetap tidak menutup kemungkinan ada namun terselip. Menurut Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dilansir Detik.com, pada 29/01/2019, Indonesia menduduki peringkat ke 89 dari seluruh negara di dunia. Ada peningkatan 38 dari sebelumnya.

Akan tetapi bukan lantas Indoesia sudah aman dan bersih dari korupsi, penghambat utama kemajuan Indoensia sehingga menghambat langkah dari negara berkembang menuju negara maju adalah korupsi yang amat diberdayakan di Indonesia. Sehingga itu perlu disolusikan bersama. Dengan apa? Salah satu tawarannya adalah menerapkan hukuman mati bagi Koruptor. 

Melihat tujuan suatu hukuman, yaitu efek jera baik bagi pelaku atau pun orang lain, maka perlu ada perubahan dalam penerapan hukumnya. Karena, sejauh ini melihat efektifitas undang undang dan hukum pemberantasan korupsi yang diberlakukan, masih belum berpengaruh signifikan. Para tikus-tikus berdasi masih berkeliaran dengan riang sembari merekhkan senyumnya. Ironisnya lagi, bagi Indonesia rompi kuning adalah baju kebanggaan.

Melihat beberapa negara yang menerapkan hukum mati bagi para koruptor, Cina, Korea Utara dan beberapa negara lainnya yang secara peringkat adalah negara maju, kenapa tidak dengan Indonesia?

Berbicara hukuman mati melanggar hak Asasi Manusia, sebagaimana disinggung Ketua DPR RI Puan Maharani. Mari coba kita lihat lagi, lebih tidak berprikemanusiaan mana kah antara membunuh satu orang atau membiarkan orang itu yang memakan uang rakyat sehingga banyak yang mati kelaparan?

Anggap saja pada kesempatan ini kita disuguni pilihan dilematis (simalakama), antara memilih membunuh satu orang demi orang-orang, atau membunuh orang-orang demi seorang. Apabila diperkenankan mengaca ke Yesus, maka ia rela disalib demi menebus dosa-dosa umatnya.

Secara sederhana dalam kaidah ushul dar'ul mafasid muqaddamun 'ala jalbil mashalih (mencegah kerusakan didahulukan dari pada menorehkan kebaikan). Artinya, lebih baik membunuh satu orang demi kemaslahatan orang-orang. Selain memperketat dan mengoptimalkan pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga memberlakukan hukuman yang tegas sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam arti pada kadar korupsi tertentu.

Masalah undang undang hukuman mati bagi para koruptor, lagi-lagi sebagaimana di sampaikan di atas perlu melewati perjalanan panjang. Bahkan tidak menutup kemungkinan kehabisan bensi di tengah jalan.

Pada intinya, menggalakkan pemberantasan korupsi harus dipertegas dan diberantas sampai ke akar-akarnya. Korupsi merupakan ancaman berbahaya demi kelangsungan Indonesia. Dari tulisan ini adalah satu suara rakyat Indonesia. "Negara kita ini paling kaya di dunia, kok jadi paling melarat sekarang? Karena korupsi dibiarkan, tidak ditindak" kata Gus Dur.

Penulis : Syamsul Hadi (Aktivis dan Tokoh Pemuda Bangkalan).

1 komentar:

HUT SUARAKPK Ke 9 (2018)