JAKARTA, suarakpk.com - Kepemimpinan
Firli Bahuri di KPK diprediksi akan membuat sistem dan
kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah semakin hancur. Alih-alih
membuktikan kinerja baik kepada publik, KPK menunjukkan sejumlah gelagat
mencurigakan. Pegawai Negeri Yang Dipekerjakan (PNYD) di KPK yang
menangani kasus Harun malah dikembalikan ke instansi asal, yakni
Polri dan Kejaksaan Agung, sebelum masa tugasnya berakhir sesuai jadwal awal.
Misalnya,
Jaksa Yadyn, yang menjadi bagian Tim Analisis kasus itu, dan Penyidik Rossa
Purbo Bekti. Rossa bahkan dikabarkan tidak mendapat akses masuk ke markas
KPK. Semua yang berhubungan dengan kerjanya sebagai penyidik KPK diblokir,
seperti akses email kantor dan gaji.
Ketua KPK Firli Bahuri sendiri mengklaim pengembalian itu berdasarkan permintaan Polri dan Kejagung dan telah ditandatangani surat pengembalian oleh Pimpinan, Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Hardianto Harefa dan Kepala Biro SDM KPK.
Padahal diberitakan sebelumnya, KPK sempat mengakui kekurangan pegawai dalam hal ini penyidik.
Ketua KPK Firli Bahuri sendiri mengklaim pengembalian itu berdasarkan permintaan Polri dan Kejagung dan telah ditandatangani surat pengembalian oleh Pimpinan, Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Hardianto Harefa dan Kepala Biro SDM KPK.
Padahal diberitakan sebelumnya, KPK sempat mengakui kekurangan pegawai dalam hal ini penyidik.
Peneliti
PUSaKO Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan pengembalian
Rossa meningkatkan kecurigaan publik terhadap pimpinan KPK. Ia pun
menilai upaya ini mengganggu penyidikan.
Menurut dia, pimpinan KPK bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau bahkan dikenakan pidana karena menghalang-halangi proses penyidikan (obstruction of justice).
"Bukan tidak mungkin respons pimpinan untuk mengembalikan penyidik ke institusi asal terkesan malah mengganggu proses penyidikan," ujar dia melalui pesan tertulis, Rabu (5/2).
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai pengembalian penyidik Rossa ke Polri oleh Firli dkk menunjukkan upaya sistematis untuk merusak sistem yang berjalan di KPK.
Menurut dia, pimpinan KPK bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau bahkan dikenakan pidana karena menghalang-halangi proses penyidikan (obstruction of justice).
"Bukan tidak mungkin respons pimpinan untuk mengembalikan penyidik ke institusi asal terkesan malah mengganggu proses penyidikan," ujar dia melalui pesan tertulis, Rabu (5/2).
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai pengembalian penyidik Rossa ke Polri oleh Firli dkk menunjukkan upaya sistematis untuk merusak sistem yang berjalan di KPK.
"Bagaimana
mungkin seseorang yang mengungkap skandal korupsi Pergantian Antar Waktu (PAW)
di KPU dan dia juga belum selesai masa jabatannya di KPK, secara serta merta
diberhentikan dari KPK dan dikembalikan ke Polri," kata dia saat dihubungi
melalui sambungan telepon, Rabu (5/2).
Terkait dengan kasus Harun Masiku, Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya serius menangani kasus dugaan korupsi tersebut. Ia meyakini penyidik bekerja sesuai mekanisme hukum, bukan permintaan pihak tertentu.
"Jadi, yang perlu kami sampaikan juga bahwa tentu bekerjanya aparat penegak hukum itu bukan kemudian atas dasar permintaan pihak tertentu atau siapa pun," kata Ali kepada wartawan.
Otoriter
Kurnia bahkan menilai gaya kepemimpinan Firli cenderung bergaya otoriter. Ia pun memprediksi KPK ke depan akan hancur dengan sistem yang telah dan akan 'diacak-acak' oleh Firli.
"Jadi, kita memprediksi ke depan KPK akan semakin hancur baik dari sistem yang selama ini berjalan di KPK, dirusak oleh yang bersangkutan dan kepercayaan publik pada KPK akan semakin menurun," tutur Kurnia.
"Dan ini harus kita sematkan kepada Firli sebagai penanggung jawab utama kerusakan KPK hari-hari ini," ujar dia.
Terkait dengan kasus Harun Masiku, Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya serius menangani kasus dugaan korupsi tersebut. Ia meyakini penyidik bekerja sesuai mekanisme hukum, bukan permintaan pihak tertentu.
"Jadi, yang perlu kami sampaikan juga bahwa tentu bekerjanya aparat penegak hukum itu bukan kemudian atas dasar permintaan pihak tertentu atau siapa pun," kata Ali kepada wartawan.
Otoriter
Kurnia bahkan menilai gaya kepemimpinan Firli cenderung bergaya otoriter. Ia pun memprediksi KPK ke depan akan hancur dengan sistem yang telah dan akan 'diacak-acak' oleh Firli.
"Jadi, kita memprediksi ke depan KPK akan semakin hancur baik dari sistem yang selama ini berjalan di KPK, dirusak oleh yang bersangkutan dan kepercayaan publik pada KPK akan semakin menurun," tutur Kurnia.
"Dan ini harus kita sematkan kepada Firli sebagai penanggung jawab utama kerusakan KPK hari-hari ini," ujar dia.
Sejumlah
survei dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa KPK merupakan salah
satu lembaga negara yang paling dipercaya publik.
Namun, hasil survei LSI Denny JA pada 2018 menunjukkan penurunan kepercayaan. Hal ini berdasarkan dua survei sebelum dan sesudah Pilpres 2019.
Survei sebelum Pilpres 2019 menunjukkan bahwa publik yang percaya KPK bekerja untuk kepentingan rakyat mencapai 89,0 persen. Setelah Pilpres, kepercayaan publik turun ke angka 85,7 persen.
Peneliti senior LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, saat itu menyebut penurunan kepercayaan itu ada pengaruh dari sosok pimpinan baru KPK.
Namun, hasil survei LSI Denny JA pada 2018 menunjukkan penurunan kepercayaan. Hal ini berdasarkan dua survei sebelum dan sesudah Pilpres 2019.
Survei sebelum Pilpres 2019 menunjukkan bahwa publik yang percaya KPK bekerja untuk kepentingan rakyat mencapai 89,0 persen. Setelah Pilpres, kepercayaan publik turun ke angka 85,7 persen.
Peneliti senior LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, saat itu menyebut penurunan kepercayaan itu ada pengaruh dari sosok pimpinan baru KPK.
Firli
sempat diputuskan melanggar kode etik di KPK dalam salah satu tahapan
persidangannya karena bertemu politikus yang berperkara di KPK. Namun, kasus
itu tak berlanjut hingga tahap akhir karena Firli ditarik ke Polri.
Senada, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir semakin menunjukkan KPK dilemahkan.
"Ini bukti nyata Firli sebagai Ketua agendanya melemahkan KPK," cetus dia.
Ia lantas mencurigai pengembalian Rossa ke Polri merupakan balas dendam Firli dkk karena yang bersangkutan telah menyidik kasus yang melibatkan politikus PDIP.
Senada, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir semakin menunjukkan KPK dilemahkan.
"Ini bukti nyata Firli sebagai Ketua agendanya melemahkan KPK," cetus dia.
Ia lantas mencurigai pengembalian Rossa ke Polri merupakan balas dendam Firli dkk karena yang bersangkutan telah menyidik kasus yang melibatkan politikus PDIP.
"Ini
aneh banget, kan. Kalau tindakan balasan, dia (Firli) bagian dari yang
korupsi. bukan dari yang memberantas korupsi," simpulnya.
Asfin pun berpendapat Dewan Pengawas KPK harus turun langsung menindaklanjuti polemik yang terjadi tanpa menunggu aduan terlebih dulu.
Asfin pun berpendapat Dewan Pengawas KPK harus turun langsung menindaklanjuti polemik yang terjadi tanpa menunggu aduan terlebih dulu.
"Dari banyak
komentar atau kegaduhan publik ini sudah bisa buat Dewas setidaknya bekerja di
awal," ujarnya lagi. (001/red-sumber : cnnindonesia.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar