NGANJUK, suarakpk.com -
Banyak Kepala Desa di Kabupaten Nganjuk yang belum paham Surat Keputusan
Bersama (SKB) tiga menteri antara Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi yang mengatur Proyek Operasi Nasional Agraria
(Prona) atau masyarakat lebih mengenal sertifikat tanah murah.
Dalam SKB tersebut untuk
mengurus sertifikat tanah secara massal masyarakat hanya dikenakan biaya
sebesar Rp 150 ribu sebagai pengganti pathok dan materai, namun pada
kenyataannya banyak desa yang memungut biaya Rp 500 ribu lebih.
Mereka beralasan bahwa
jika biaya mengacu pada SKB, maka dimungkinkan banyak kekurangan.
Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Kepala Desa Grengket Kendal, Kabupaten Nganjuk, Sugik saat
dikonfirmasi suarakpk, dirinya mengatakan, panitia tidak mengacu pada SKB tiga
kementrian namun mengacu pada kesepakatan yang masuk dalam batas kewajaran.
“orang-orang itu (panitia/red) tidak mengacu pada SKB,
namun kami mengikuti sosialisasi yang menurut kami di batas kewajaran. Yang
penting pengunaanya jelas, jadi intinya kami tidak mengacu SKB atau surat
keputusan bersama tiga menteri," katanya, Rabu (28/11/2018) di rumahnya.
Lebih lanjut, Sugik
menjelaskan, jika dalam sosialisasi tersebut, pungutan tersebut juga disepakati
oleh Polres, Kejari dan BPN Nganjuk.
“kita sepakati bersama
Polres, Kejari, dan BPN, serta bapak Imam dari Tipikor, karena kalau SKB, cuma
cukup buat beli pathok dan matere saja. Sebelum ada pelaksanaan kita adakan
sosialisasi bersama, dan dimungkinkan hampir di seluruh desa-desa di Nganjuk
merata," pungkasnya. (Indra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar