Jakarta, suarakpk.com – Demi predikat
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Tujuh orang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan
pejabat di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
terjaring operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin
sore,jumat (26/5/2017).
Dalam OTT yang
berlangsung pada sabtu dini hari, KPK menangkap tujuh orang, termasuk pejabat
BPK. Operasi tangkap tangan disebut terkait pemberian predikat WTP.
WTP merupakan
opini yang dikeluarkan auditor terhadap laporan keuangan. Sesuai amanat
konstitusi dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, audit atas laporan keuangan
lembaga negara dilakukan oleh BPK.
OTT KPK ini
diduga tidak hanya melibatkan pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Penangkapan tersebut diduga juga melibatkan pejabat di Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT).
"Informasi
dari tim, uangnya dalam bentuk rupiah. Saya belum dapat detail, namun masih
dilakukan penghitungan," kata Febri di kantor KPK, Jumat petang, 26 Mei
2017.
Febri
menjelaskan, KPK telah menangkap tangan 7 orang. Dua di antaranya adalah
dari lembaga. Sisanya berasal dari pegawai negeri dan non-pegawai negeri. Ia
tak merinci asal lembaga negara yang dimaksud. "Besok (hari ini, Sabtu, 27
Mei 2017) rinciannya kami sampaikan lebih lanjut," ujarnya.
Febri
menambahkan, KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status 7 orang yang
ditangkap. "Ketika sudah ditemukan bukti permulaan yang cukup sesuai
undang-undang maka ditetapkan sebagai tersangka," kata Febri. "Tapi
ada juga yang masih sebagai saksi."
Terpisah, Sekretaris
Jenderal BPK Hendar Ristriawan membenarkan ada tangkap tangan di kantornya.
Menurut Hendar, KPK menyegel ruangan auditor utama Keuangan Negara III BPK dan
menangkap dua auditor utama berinisial RS dan AS, serta staf auditor berinisial
Y.
"Dua
auditor dan salah satu orang staf. Yang bersangkutan masuk di Auditorat Utama
Keuangan Negara Tiga," kata Hendar di kantornya, di Jakarta, Jumat 26 Mei
2017.
Ia
menjelaskan penangkapan oleh KPK dilakukan pukul 15.12 WIB, Rabu (26/5/2017)
petugas KPK datang ke kantor BPK dan menuju salah satu ruangan di auditorat
utama keuangan negara III. Petugas KPK kemudian melakukan pemeriksaan
Kemudian
pukul 17.08 WIB, 2 orang auditor dan 1 orang staf BPK dibawa ke KPK.
"Sampai
jam ini, saya masih menunggu, berita lebih lanjut dari KPK tetapi besok sore
saya mendapat informasi dari KPK akan dilakukan konpres dan juga dari BPK juga
akan turut serta dalam konpres itu," kata Hendar.
Dikabarkan
sebelumnya, KPK melakukan OTT terhadap tujuh orang. Adapun yang terjaring
tersebut ada yang merupakan anggota BPK. Ketujuh orang tersebut saat ini sudah
berda di KPK untuk menjalani pemeriksaan intensif.
Di
sisi lain, Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan adanya tangkap tangan tersebut.
Namun, KPK belum mau menyampaikan apa yang menjadi objek penyuapan, siapa nama
auditor utama BPK.
Menteri
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo
mengakui bahwa dirinya mendapat kabar penyegelan kantor pegawainya. Dia mengirim
tim untuk mengecek hal itu ke KPK.
"Saya
dapat laporan bahwa ada kantor pegawai saya yang disegel. Saya kirim biro hukum
saya untuk cek ke KPK," kata Eko.
Eko
mengatakan informasi yang ada masih simpang siur. Dia juga menunggu informasi
resmi dari KPK. "Karenanya saya kirim biro hukum saya untuk mengetahui
secara pasti," ucapnya.
Sementara,
Pusat Kajian Keuangan Negara menyayangkan adanya penangkapan auditor utama
Keuangan Negara III BPK RI yang diduga terkait kenaikan status dari WDP ke WTP
di Kementerian Desa, pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT).
"Kita
patut menyayangkan hal itu (OTT). Apalagi yang ditangkap KPK adalah pejabat
Eselon I yang semestinya menjadi teladan para auditor," kata Direktur
Eksekutif Pusat Kajian Keuangan Negara, Adi Prasetyo.
Menurutnya,
peristiwa itu merupakan fenomena yang menjadi pukulan dan evaluasi internal
bagi lembaga auditif BPK RI. Khususnya, dalam menegakkan akuntabilitas sesuai
prinsip independensi, integritas dan profesional.
Prasetyo
mengusulkan, apabila OTT KPK itu terkait dengan peningkatan opini laporan
keuangan Kemendes PDTT, maka memungkinkan untuk ditinjau ulang. Sebelumnya,
laporan keuangan Kemendes PDTT pada 2014 dan 2015 mendapat opini Wajar Dengan
Pengecualian (WDP).
Pusat
Kajian Keuangan Negara, ia melanjutkan, merekomendasikan agar pimpinan BPK RI
segera melakukan sidang badan pimpinan untuk membahas dan memberi keterangan
yang jelas kepada masyarakat terkait fenomena OTT. BPK juga diminta
mengevaluasi opini WTP yang diberikan kepada Kemendes PDTT.
"Ini
menjadi pelajaran penting bagi BPK RI untuk tidak henti-hentinya melakukan
pembenahan internal. Termasuk ke depan e-audit harus segera diterapkan
untuk memperkuat integritas auditor," tutur Prasetyo. (Effi/Irfan-red.jkt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar