SEMARANG, suarakpk.com – Seorang nasabah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Arto Moro, Ninis Sucimurtini, warga Jl. Bumi Wanamukti B4 No. 24 RT 10 RW 04, Kota Semarang, mengeluhkan besarnya potongan dan suku bunga dari fasilitas kredit yang diterimanya di lembaga keuangan tersebut. Keluhan itu kini telah resmi dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Berdasarkan dokumen yang diperoleh, Ninis diketahui mengajukan Kredit Musiman di PT BPR Arto Moro dengan plafon sebesar Rp 800 juta yang direalisasikan pada 30 September 2022. Kredit tersebut memiliki suku bunga 21,6% per tahun (1,8% per bulan) dengan jangka waktu pinjaman selama 12 bulan dan jatuh tempo pada 30 September 2023.
Menurut keterangan yang disampaikan Ninis kepada media, dari total plafon sebesar Rp800.000.000, nasabah hanya menerima pencairan dana sebesar Rp.592.710.200. Jumlah tersebut sudah dikurangi berbagai potongan biaya, antara lain:
Biaya provisi, administrasi, premi, material, tabungan, dan potongan lain-lain dengan total Rp44.339.800
Potongan bertahap (“hold 10x”) sebesar Rp144.000.000
Biaya notaris sebesar Rp14.250.000
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB/STTS) sebesar Rp3.500.000
Transfer BCA sebesar Rp50.000.000
PBB (STTS) tambahan sebesar Rp1.200.000
"Pada 30 September 2022, setelah akad kredit, saya tidak menerima seluruh dana pinjaman. Saya hanya diberikan Rp50 juta. Ketika saya menanyakan kekurangannya, pihak kantor menjelaskan bahwa sisanya akan ditransfer ke rekening saya keesokan harinya. Namun hingga 3–4 hari berikutnya belum juga ditransfer dan saya terus menanyakan hal tersebut ke kantor. Akhirnya, pada 10 Oktober 2022, saya baru menerima tambahan sebesar Rp542.710.200 Dengan demikian, dari pinjaman Rp800 juta, saya hanya menerima sekitar Rp592.710.200. Potongannya sangat besar, tetapi saat itu saya terpaksa menerimanya karena memang sedang membutuhkan modal. Waktu itu saya terpaksa menerima karena memang sedang butuh modal,” ujar Ninis Sucimurtini saat ditemui wartawan, Selasa (11/11/2025).
Riwayat Kredit dan Kesepakatan Ulang
Selain kredit pertama, Ninis kembali mengajukan fasilitas pinjaman kedua pada 21 Agustus 2023 sebesar Rp 155 juta dengan bunga 21% per tahun dan jatuh tempo 21 Agustus 2024. Dengan demikian, total fasilitas kredit yang diterima nasabah tersebut mencapai Rp 955 juta.
Seiring waktu, Ninis mengalami kendala keuangan dan belum mampu melunasi seluruh pokok pinjaman. Pihak bank dan nasabah sempat membuat sejumlah kesepakatan penyelesaian antara Juli 2024 hingga Januari 2025.
Dalam surat kesepakatan tertanggal 22 Juli 2024, disebutkan bahwa debitur berkomitmen melunasi Rp 925 juta secara bertahap paling lambat 15 September 2024, dan telah melakukan penyetoran Rp 420 juta untuk penurunan plafon. Namun, karena keterbatasan finansial, kesepakatan itu kemudian diperbarui pada 8 Januari 2025 dan 31 Januari 2025, dengan sisa pinjaman tersisa Rp 535 juta.
Aduan ke OJK
Merasa keberatan atas besarnya potongan serta perhitungan sisa utang yang dinilai tidak sesuai, Ninis mengajukan pengaduan resmi ke OJK pada 31 Oktober 2025 dengan nomor aduan SR-721/KO.133/2025.
Dalam keterangan yang dikirim melalui aplikasi pengaduan OJK, jenis permasalahan dikategorikan sebagai “Permasalahan Bunga/Denda/Pinalti” dengan deskripsi bahwa konsumen keberatan atas nominal sisa utang yang dianggap tidak sesuai perhitungan pribadi dan hanya berharap keadilan.
“Saya berharap ada tindak lanjut dari OJK agar ada kejelasan dan keadilan. Saya tidak menolak membayar, hanya ingin perhitungannya sesuai,” ungkap Ninis.
Klarifikasi dan Somasi
Sementara pihak BPR Arto Moro memberikan klarifikasi resmi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui surat tertanggal 7 November 2025 yang ditandatangani oleh Tri Febrianto selaku Kabag Collection & RA dan Darwawan, S.Sos., M.M selaku Direktur Utama Bank Arto Moro.
Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa pertemuan yang digelar pada 5 November 2025, pihak bank menjelaskan bahwa permohonan pelunasan di bawah nilai pokok pinjaman belum dapat disetujui dan menegaskan bahwa seluruh tunggakan kredit merupakan tanggung jawab debitur sesuai perjanjian kredit yang telah ditandatangani.
Bank Arto Moro juga menolak keabsahan surat kesepakatan terpisah yang dibuat antara debitur dengan seorang karyawan bagian Collection yang tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan terkait kredit.
Manajemen menegaskan bahwa setiap penyelesaian kewajiban kredit harus mengikuti prosedur resmi bank.
Menanggapi surat klarifikasi pihak BOR Arto Moro, Visnu Hadi Prihananto, S.H selaku kuasa hukum Ninis telah melayangkan surat somasi resmi kepada BPR Arto Moro tertanggal 7 November 2025 dan menuding adanya tindakan yang diduga sebagai perbuatan melawan hukum terkait proses pelunasan sisa pinjaman kliennya.
Dalam surat bernomor 03/SOMASI/XI/2025 tersebut, kuasa hukum menjelaskan bahwa kliennya menerima permintaan dari seorang pegawai bank bernama Novanda Sari Masita, yang disebut meminta nasabah melunasi sisa pinjaman sebesar Rp250 juta pada November 2025. Sebagai bagian dari kesepakatan, pada 13 September 2025, klien diketahui telah membayarkan uang muka (DP) sebesar Rp50 juta, yang menurut pihak nasabah disepakati akan digunakan untuk pelunasan sisa hutang. Pembayaran tersebut diklaim dilakukan di kantor bank dan disaksikan langsung oleh pegawai terkait, lengkap dengan bukti kwitansi dan dokumentasi foto.
Menurut kuasa hukum, pada Oktober 2025, klien kembali mendatangi kantor PT BPR Arto Moro untuk melunasi sisa hutang yang tersisa sebesar Rp192,2 juta sesuai kesepakatan sebelumnya. Namun, pihak bank disebut menolak pelunasan dengan alasan bahwa manajemen tidak mengetahui perjanjian yang telah dibuat oleh pegawainya tersebut.
Kuasa hukum juga menegaskan bahwa penolakan bank tidak dapat diterima, karena kliennya memiliki bukti dokumentasi dan menyatakan bahwa pegawai yang ditemui sebelumnya merupakan representasi dari pihak manajemen bank. Mereka menilai penolakan tersebut sebagai tindakan sewenang-wenang dan berpotensi melanggar hukum.
Dalam suratnya, Visnu Hadi Prihananto, S.H. memberi waktu 7 x 24 jam kepada manajemen bank untuk menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan sebelum pihaknya menempuh jalur hukum, baik pidana maupun perdata.
Untuk memperoleh keterangan lebih lanjut, tim media mencoba menghubungi Tri Febrianto selaku Kabag Collection & RA BPR Arto Moro melalui pesan WhatsApp pada Senin (17/11/2025). Namun hingga berita ini dipublikasikan, Tri belum memberikan jawaban meski pesan tersebut telah terkirim. (Tim/Red)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar