Boyolali,suarakpk.com– Pembangunan jembatan (gorong-gorong) di Desa Bantengan, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali, tahun anggaran 2025, kini menjadi sorotan publik. Proyek yang menggunakan Dana Desa ini tercatat menelan anggaran Rp 17.274.375 dengan volume pekerjaan hanya 5,25 m³, sebagaimana tertera di papan informasi proyek. Angka tersebut dinilai tidak wajar dan memicu dugaan adanya ketidaktransparanan dalam pengelolaan dana desa.
Proyek yang dikerjakan sejak sekitar bulan Mei 2025 ini hingga kini belum juga dilengkapi prasasti pembangunan sebagaimana mestinya. Papan informasi yang terpasang di lokasi proyek bahkan dianggap tidak sesuai dengan realisasi di lapangan.
Saat dikonfirmasi, Sekretaris Desa Bantengan Gayatri,berdalih bahwa papan transparansi tidak identik dengan realisasi. Menurutnya, angka yang dipampang hanya menunjukkan jumlah rencana pembangunan, sementara dana riil yang terpakai akan mengacu pada hasil monitoring dan evaluasi (monev) dari pihak kecamatan. “Yang ditulis di prasasti nantinya adalah realisasi anggaran. Kalau warga ingin melihat RAB silakan datang ke kantor desa,” ujarnya
Namun, pernyataan tersebut justru menimbulkan tanda tanya baru. Pasalnya, papan informasi proyek merupakan salah satu bentuk transparansi anggaran yang wajib dipasang agar masyarakat bisa melakukan pengawasan. Jika isi papan berbeda dengan realisasi, hal itu bisa dianggap menyesatkan publik.
Di sisi lain, Suparman, selaku Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), mengaku tidak mengetahui secara detail penggunaan anggaran. “Saya tidak tahu habisnya berapa untuk material, karena yang belanja bukan saya. Tugas saya hanya mengawasi. Saya hanya menerima HOK Rp 300.000,” ungkapnya, Kamis (3/10/2025).
"Kalau prasasti di wilayah Kadus saya memang semua belum di pasang karena prasasti masih di pesan, "imbuhnya
Sedangkan menurut Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014 menegaskan bahwa pengelolaan dana desa harus dilakukan secara transparan, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 27 menyebutkan, pemerintah desa wajib menginformasikan APBDes kepada masyarakat melalui media informasi yang mudah diakses.
UU Keterbukaan Informasi Publik (UU No. 14 Tahun 2008) juga memberikan hak kepada warga untuk mengetahui RAB dan rincian penggunaan anggaran desa.
Jika terdapat dugaan mark-up atau penyalahgunaan anggaran, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar.
Warga pun semakin geram karena hingga kini prasasti proyek tak kunjung dipasang, padahal hal tersebut merupakan kewajiban untuk menunjukkan akuntabilitas penggunaan Dana Desa.
Sejumlah warga Desa Bantengan mulai mempertanyakan kejanggalan proyek ini. “Kalau hanya 5 meter kubik lebih tapi habis belasan juta, jelas perlu diaudit. Jangan sampai dana desa hanya jadi bancakan,” ujar salah seorang warga yang enggan disebut namanya.
Masyarakat berharap pihak kecamatan, Inspektorat Kabupaten Boyolali, hingga aparat penegak hukum untuk turun tangan melakukan audit investigatif. Hal ini penting agar dana desa benar-benar digunakan sesuai peruntukan, bukan sekadar formalitas papan proyek yang menyesatkan.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan penyimpangan dana desa di berbagai daerah. Bila tidak segera diusut, bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa akan semakin terkikis.(Tim/red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar