Kenali Jati Diri Wartawan Sebagai Pelaku Undang-Undang - SUARAKPK

BERITA HARI INI

Home Top Ad


Penghargaan dari Kedubes Maroko


 

24 Maret 2022

Kenali Jati Diri Wartawan Sebagai Pelaku Undang-Undang

Oleh;

Tonazaro Harefa

(Wartawan Media Online Suara KPK. Com)

Secara konseptual bahwa jurnalistik sangat kental disebut dengan suatu proses, teknik dan ilmu. Kalau kita mengacu pada KBBI mengandung arti hubungannya dengan kewartawanan atau kepenulisan persuratkabaran, sedangkan wartawan adalah orang yang secara teratur melakukan tugas jurnalistik.


Disini yang dimaksud dengan "Karya Jurnalistik" adalah laporan suatu peristiwa yang mengandung nilai-nilai jurnalistik, berbeda dengan opini menyangkut tentang pendapat para ahli ataupun narasumber terkait suatu fenomena atau suatu peristiwa sehingga hasilnya menjadi bagian dari pelaku undang-undang.


Dalam pengertiannya bahwa jurnalistik disebut suatu proses aktivitas mencari, mengolah, menulis dan mempublikasikan informasi yang diperolehnya tersebut melalui media massa yang ada, aktivitas ini dilakukan wartawan.


Adapun berbagai penjelasan tentang Jurnalis dalam berbagai bentuk secara teknik diartikan suatu keahlian (ekspertise) ataupun skill keterampilan dalam menghasilkan karya jurnalistik; jurnalis secara terampil adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan berupa skill dalam melakukan peliputan ataupun wawancara kepada narasumber dalam meraup informasi. Sedangkan jurnalis secara ilmu adalah suatu bidang kajian tentang pembuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, ide) melalui media massa.


Nah yang menjadi pertanyaan apakah karya jurnalistik merupakan bagian produk hukum resmi? Tentu jawabannya yah, sebagai dasarnya mari kita simak amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 f Tentang Kemerdekaan menyatakan pendapat, berkomunikasi dan memperoleh informasi, dan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers serta KEJ.


Seseorang yang sedang melakukan tugas jurnalistik tentu dijamin kemerdekaannya oleh undang-undang sebagai hak azasi warga negara artinya wartawan dalam menjalankan pekerjaannya right to information (untuk memenuhi hak atas informasi) dari masyarakat notabene adalah obligation to fulfil (menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya).


Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Pasal 8 “dalam melaksanakan tugas profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum” bahwasanya wartawan dalam melaksanakan profesinya “wajib mendapat perlindungan hukum sebagai pelaksana perintah undang-undang”, dalam pasal ini kadang disalah artikan bahwa tidak jelas karena dikatakan “perlindungan hukum” disini diartikan sebagai jaminan perlindungan pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan azas, fungsi, hak, kewajiban dan peranan pers sesuai yang tertera pada Bab II UU No. 40 Tahun 1999. 


Selain mendapat perlindungan hukum wartawan juga memiliki hak tolak dalam rangka melindungi narasumber dan tidak semua profesi memiliki hak semacam ini sehingga mengandung azas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) sehingga memiliki jaminan dan kualitas perlindungan terhadap tugas wartawan bebas dan merdeka sebagai pelaksana undang-undang, sehingga dapat mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).


Wartawan dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana Pasal 4 Ayat (3) UU No. 40 Tahun 1999 “untuk menjamin kemerdekaan Pers, Pers Nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi”, artinya sesuatu karya jurnalistik yang dihasilkan dimaksud adalah berita (News) atau laporan peristiwa yang mengandung nilai-nilai jurnalistik dan Opini (views) atau pendapat para ahli/ narasumber tentang suatu fenomena atau peristiwa “wartawan dan media sebagai pelaksana Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tidak boleh di pidana”. Dalam Pasal 50 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara jelas menyatakan bahwa “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak boleh dipidana”, karena itulah wartawan dalam melaksanakan tugas dan profesinya tidak boleh didasar untuk di pidana.


Dengan demikian berarti konsep tentang perlindungan kepada wartawan harus dapat bekerja secara profesional, bukan orang yang kerap mengaku-ngaku sebagai wartawan dengan menyalahgunakan profesinya melakukan tindak arogansi, pemerasan dan menyudutkan orang lain dengan unjung-unjungnya mendapatkan “uang rokok atau berupa setoran” sehingga merugikan pihak lain. 


Hal ini juga bisa terjadi dengan profesi lain yang juga bukan mengaku sebagai wartawan tetapi pekerjaan sebenarnya misalkan oknum LSM atau oknum wartawan yang merangkap sebagai oknum pengacara tujuannya adalah sebagai tiket menekan lawan klien atau mendapatkan akses keberpihakan secara pribadi.


Hasil produk jurnalistik yang sebenarnya adalah harus merujuk beberapa hal antara lain; karya jurnalistik yang diproduksi oleh lembaga Perusahaan Pers yang berbadan hukum, perusahaan Pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggungjawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan, khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.


Karya jurnalistik yang dibuat oleh wartawan secara profesional harus mentaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan bila terdapat kesalahan maka segera mengakomodir hak jawab, hak koreksi dan diiringi dengan permintaan maaf dengan berproses sesuai dengan dapur redaksi masing-masing (redaktur) sehingga pertanggungjawaban tidak mungkin menggunakan model tusuk hidung (poke nose) secara langsung kepada wartawan akan tetapi seorang wartawan tidak elok mengupdate suatu peristiwa kasus kejahatan tanpa diketahui atau melalui proses di dapur redaksi (editing) sehingga suatu praduga tak bersalah dalam karya jurnalistik bisa dihargai dan dipertanggungjawabkan secara prosedur sebagaimana telah ditetapkan dan wartawan juga merasa terlindungi dalam menjalankan tugasnya.


Hadirnya berbagai media online saat ini ada banyak orang mengaku wartawan dengan mudah membuat kartu pers sendiri dan menggunakan nama yang beraneka ragam tanpa mengikuti ketentuan yang dipersyaratkan dan aturan perundang-undangan sebagaimana standar perusahaan pers.


Akibat daripada hadirnya perusahaan yang dikelolah secara tidak jelas tentu kemerdekaan pers banyak dinikmati mereka dari penunggang gelap secara abal-abal yang merangkap dari berbagai latar belakang jabatan, tentu hal ini perlu diketahui secara jelas oleh masyarakat umum sehingga dalam melaksanakan tupoksi seorang yang berprofesi tidak salah kaprah.


Gencarnya berbagai kasus yang dialami para jurnalis di seluruh nusantara saat ini salah satu penyebabnya adalah hadirnya oknum wartawan yang tidak punya latar belakang pemahaman tentang ilmu jurnalistik dan hanya bermodalkan Kartu Tanda Anggota (KTA) dan Surat Tugas (ST) dari perusahaan pers tanpa dasar utama pendidikan, pengenalan dan pemahaman tentang undang-undang Pers dan kode etik jurnalistik secara benar apalagi dikaitkan dengan dasar aturan lainnya yang ada hubungan dengan tugas profesi utama tersebut.


Sejumlah kasus wartawan kadang dikategorikan dan diselesaikan secara lex generalis disebabkan ketidaktauan seseorang yang sedang melaksanakan tugas profesinya secara tidak benar dengan berbagai gaya arogansi dan itikad buruk dan niat sengaja sehingga menimbulkan kerugian pihak lain; tidak menempuh cara-cara profesional menunjukan identitas diri kepada nara sumber; tidak menghormati hak privasi; menerima suap; tidak menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; melakukan rekayasa pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dengan dilengkapi keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara tidak berimbang, tidak mengUpdate dimedia sendiri sesuai Karya Jurnalistik suatu peristiwa dan melakukan hujatan di media sosial berupa status di facebook dengan medsos lainnya sehingga bisa berakibat dengan pelanggaran seperti UU ITE; tidak menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto dan suara; dan penggunaan cara-cara tertentu yang dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik. Termasuk fitnah atau tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk, apalagi dengan penyalahgunaan profesi dan menerima suap dengan keuntungan pribadi dalam bentuk pemberian uang sehingga mempengaruhi independensinya.


Sebenarnya perlindungan terhadap wartawan sudah jelas sebagaimana Mandat Dewan Pers dalam melindungi Kemerdekaan Pers sehingga Dewan Pers membuat memorandum of understanding (MoU) atau nota kesepahaman dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terhadap Kepolisian, Kejaksaan dan mendorong Mahkamah Agung melahirkan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2008 dalam rangka memberikan perlindungan terhadap wartawan, melatih dan menerbitkan para ahli pers yang dapat memberikan keterangan ahli dalam penyidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum serta dapat tampil pada sidang di pengadilan dengan tujuan melindungi kemerdekaan pers dan wartawan profesional secara benar, bebas dan berkeadilan.***


Tulisan ini di ramu dari berbagai sumber;

  1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945;

  2. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ);

  3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

  4. Kemerdekaan Pers dan Perlindungan Wartawan @2019 Dewan Pers;

  5. http://www.kompasiana.com 

  6. KBBI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUT SUARAKPK Ke 9 (2018)