Oleh: Muhammad Salman Saliha
Belakangan banyak beredar postingan yang memaparkan betapa Covid-19 'tidak ada harga dirinya' di Muna. Yang masih hangat dalam ingatan adalah video Molulo di Pantai Bakealu yang diikuti ratusan warga Kabupaten Muna. Video tersebut seakan-akan menjelaskan tidak adanya rasa takut di antara mereka yang berjoget riang akan penyebaran virus yang menjadi ketakutan warga Indonesia selama empat bulan terakhir.
Ada apa dengan Covid-19 di Kabupaten Muna? Mengapa virus tersebut seperti tidak menjadi momok yang menakutkan di Pulau Barakati ini? Padahal angka penyebaran dan korban meninggal dunia akibat virus tersebut sangat jauh dari kata sedikit. Sampai Rabu, 3 Juni 2020 telah terkonfirmasi 28.233 pasien positif dan 1.698 pasien meninggal dunia di Indonesia (sumber: kemkes.go.id).
Di tengah hangatnya perbincangan seputar pandemi ini muncul beberapa pandangan yang kian bersebrangan dengan pemahaman yang sudah melekat di masyarakat terkait Covid-19. Sebut saja teori konspirasi. Berbagai teori konspirasi seakan membalik pandangan masyarakat tentang bahaya virus tersebut. Berbagai data dan penjelasan yang dikemas ringan memudahkan masyarakat untuk mencerna dan mempercayainya. Poinnya, teori konspirasi menjelaskan bahwa pandemi yang menjadi ketakutan dunia itu hanya sebuah rekayasa elit politik dunia dan tidak berbahaya seperti yang kita ketahui sejak awal.
Mungkin sebagian warga Indonesia khususnya masyarakat Kabupaten Muna telah terkontaminasi dengan teori konspirasi tersebut. Akibatnya tidak ada lagi rasa takut di kalangan masyarakat yang biasnya sampai mengesampingkan protokol kesehatan. Di beberapa wilayah di Kabupaten Muna, orang ramai berkerumun seperti biasanya, tanpa masker dan tanpa memperdulikan jarak. Padahal, diketahui virus ini dapat menular melalui droplet (air liur). Yang dimana potensi penyebarannya akan sangat besar jika saling berdekatan.
Kurangnya peduli masyarakat Kabupaten Muna akan bahaya pandemi ini harusnya menjadi perhatian semua elemen dan terkhusus Pemda Kabupaten Muna. Untuk menanggulangi hal tersebut Pemerintah bisa mengupayahkannya dengan membuat regulasi baru atau lebih tegas dalam menegakan peraturan yang sudah ada. Atau bahkan dengan mencoba langkah lain, jika dengan peraturan pun dianggap belum cukup.
Menurut hemat saya, regulasi dari pemerintah pun memang tidak cukup. Harus ada langkah yang diambil untuk kembali membuka mata masyarakat akan ancaman bahaya virus ini. Misalnya dengan membuka forum diskusi umum untuk mekomparasikan teori-teori konspirasi dengan ilmu tentang Covid-19 dengan menggunakan kacamata Ilmuwan Kesehatan. Diskusi yang membandingkan dua pemahaman yang saling bertentangan ini bertujuan untuk mengikis pemahaman masyarakat tentang hal-hal konspiratif yang muncul belakangan.
Selain itu ada pula langkah lain, misalnya dengan melakukan penyuluhan. Penyuluhan tersebut dapat dimulai dari wilayah-wilayah terkecil, seperti wilayah pedesaan. Untuk teknisnya dapat dikonsepkan sendiri oleh pihak Pemerintah agar tetap efektif tanpa harus berkerumun seperti halnya penyuluhan biasanya. Penyuluhan ini dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang penyebaran Covid-19 dan dapat mendorong masyarakat untuk mengikuti protokol kesehatan yang dihimbaukan oleh Pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar