PESAWAT DAN HUKUM PENERBANGAN - SUARAKPK

BERITA HARI INI

Home Top Ad


Penghargaan dari Kedubes Maroko


 

11 Februari 2020

PESAWAT DAN HUKUM PENERBANGAN


(Hak dasar penumpang selaku pengguna jasa penerbangan)

Oleh : Sofyan Mohammad

Memapaki fase global village dimana bukan hanya arus komunikasi dan informasi yang lintas batas maka jarak tempuh pun saat ini nyaris tak ada sekat, jika dahulu jarak menjadi penghalang seseorang untuk melakukan aktifitas namun saat ini dengan kemajuan tekhnologi maka jarak tempuh bisa dipersingkat dengan moda transportasi berbasis udara. Pesawat udara adalah salah satu moda transportasi yang saat ini menjadi pilihan karena menyangkut efektifitas jarak tempuh maupun biaya, jika dahulu menggunakan pesawat terbang menimbulkan streotip yang mewah dan mahal namun sekarang bepergian dengan menggunakan fasilitas penerbangan adalah hal yang cukup lazim dan bisa dinikmati oleh hampir semua lapisan masyarakat, jika dahulu banyak orang  menganggap harga tiket pesawat lebih mahal dari naik kereta/bus, padahal faktanya tidak selalu begitu, karena ada juga tiket pesawat yang murah dan terjangkau.

Pada saat ini rute penerbangan bisa menjangkau daerah daerah yang cukup terpencil maka menggunakan pesawat tentu saja akan lebih efektif baik dari segi biaya maupun waktu dibandingkan dengan menggunakan moda transportasi darat maupun laut, demikian muncul pertimbangan yang sederhana jika naik pesawat  memiliki rasio yang lebih aman dan ada ganti rugi jika terjadi kehilangan bagasi karena umumnya berkendara dengan jalur darat memiliki risiko kecelakaan lebih besar dibanding naik pesawat, pesawat jauh lebih aman dibanding kendaraan lainnya hal ini menurut rilis dari KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) jika rasio kecelakaan mobil/motor sebesar 5% sedangkan pesawat terbang hanya 0,76% saja. Pertimbangan lain biasanya menyangkut keselamatan jiwa, tapi juga barang berharga lebih aman dengan naik pesawat, berdasarkan peraturan Menteri Perhubungan No.77 tahun 2011 jika barang di bagasi pesawat hilang maka maskapai dapat dikenakan biaya ganti rugi mencapai Rp. 4.000.000.00 per penumpang, hal ini tentu berbeda jika naik bus/kereta yang tidak menjamin keamanan barang bawaan penumpang.

Kesempatan masyarakat luas menggunakan fasilitas pesawat pada saat ini karena memang sering ditemui adanya tiket yang murah bahkan bisa lebih murah dengan ongkos yang harus dikeluarkan ketika menggunakan transportasi darat maupun laut, murahnya tiket pesawat tersebut karena kompetisi antar maskapai yang menggunakan tehnik marketing dengan jargon "tiket promo"  yang pada akhirnya populer dan menarik minat banyak orang untuk membelinya.  Tiket murah pesawat pada prinsipnya tidak boleh mengurangi kualitas keselamatan dan pelayanan namun beberapa insiden kecelakaan pesawat yang pernah terjadi  dibeberapa hal dituding faktornya adalah karena tiket murah yang berakibat pada buruknya standart kualitas keselamatan penerbangan.

Dalam dunia penerbangan umum maka tiket murah terjangkau sering disetting dalam program yang disebut Low Cost Carrier (LCC) istilah yang kemudian secara pelan namun pasti mampu menggeser imaje dunia penerbangan yang identik dengan mahal dan mewah menjadi tidak lagi mewah dan mahal karena bisa  terjangkau oleh masyarakat biasa bahkan kelompok masyarakat yang rentan dengan gaji setara UMR. Menggunakan moda pesawat ada ragam alasan yang menjadi argumentasi namun setidaknya bertolak pula pada kondisi jika pesawat lebih memiliki standart keamanan yang relatif tinggi dibanding moda transportasi darat maupun laut, dimana pihak yang terlibat dalam operasional pesawat terbang seperti pilot adalah orang profesional yang sudah terdidik dan terlatih untuk bisa menerbangkan pesawat, selain dari pada itu biasanya maskapai pesawat wajib melampaui tahap pengecekan sebelum take off dan sesudah landing yang artinya dari sisi perawatan pesawat, moda transportasi udara ini dapat dikatakan sebagai moda yang lebih terawat dan terkontrol, karena memang setiap pesawat ingin lepas landas dan sesaat setelah mendarat maka  pesawat tersebut harus melalui proses pengecekan kondisi berbagai komponen pesawat yang dilakukan oleh teknisi yang terdidik, terlatih dan profesional.

Seluruh masyarakat didunia sudah sepatutnya untuk berterima kasih dengan sosok Wright bersaudara karena telah menciptakan pesawat terbang pertama di dunia, keberhasilan Wright bersaudara menerbangkan " Wright Flyer 1" menjadi catatan bersejarah dalam dunia penerbangan, karena pesawat buatannya itu mampu terbang dan menjadi pesawat pertama di dunia pada tanggal 17 Desember 1903, di Amerika yang merupakan penerbangan pertama oleh manusia dalam sejarah dunia selanjutnya berkembang menjadi  penerbangan dengan pesawat yang mampu mengangkut manusia, mampu tinggal landas dan mendarat dengan selamat.

Penerbangan pertama di Indonesia terjadi pada tanggal 19 Febuari 1913 yaitu oleh orang Belanda yang bernama J.W.E.R. Hilgers telah berhasil melakukan penerbangan di atas kota Surabaya dengan sebuah pesawat fokker, dimana saat itu ternyata bukan hanya merupakan penerbangan pertama, tetapi juga peristiwa kecelakaan pertama yang terjadi di Indonesia, karena pada hari itu pesawat yang ditumpangi Hilgers jatuh di desa Baliwerti, dekat Surabaya.

Dalam dunia penerbangan tentu ada hukum yang mengaturnya karena menyangkut hak dan kewajiban diantara masing masing pihak yang terkait dengan penerbangan, hukum Penerbangan baru timbul ketika manusia mengarungi udara dan erat kaitannya dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam tehnik penerbangan terutama dalam beberapa tahun sebelum dan sesudah perang dunia II. Pengembangan penerbangan yang ditata dalam satu kesatuan sistem, dilakukan dengan mengintegrasikan dan mendinamisasikan unsur yang terdiri dari prasarana dan sarana penerbangan, peraturan prosedur dan metoda sedemikian rupa sehingga terwujud suatu totalitas yang utuh, berdayaguna, berhasil guna serta dapat diterapkan.

"Cuius est solum, eius est usque ad coelum” adalah salah satu idiom berbahasa latin yang memiliki arti kurang lebih yang memiliki tanah, memiliki juga udara diatasnya sampai ke langit, idiom ini menjadi salah satu tonggak dasar dan menginspirasi terbentuknya hukum udara yaitu hukum yang mengatur obyek udara yang berisi tentang norma-norma hukum yang khusus mengenai penerbangan, pesawat terbang dan ruang udara dalam peranannya sebagai unsur yang perlu bagi penerbangan, bertolak dari hal ini maka perlu diketahui jika penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan, keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang lainnya.

Bahwa, selanjutnya dapat diketahui jika wilayah suatu negara sebagai suatu ruang, tidak saja terdiri atas daratan dan lautan namun juga menyangkut wilayah udara yaitu bagian-bagian dari wilayah suatu negara meliputi wilayah daratan termasuk tanah dibawahnya, wilayah perairan dan wilayah ruang udara dan ruang angkasa sehingga kedaulatan terhadap wilayah suatu negara adalah hal yang mutlak untuk terus dipertahankan.

Dalam hukum penerbangan di Indonesia maka dapat kita lihat sumber sumber hukumnya yaitu :
1. UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Peraturan Menteri Perhubungan RI No. Km.26 tahun 2001, PP No 71 Tahun 1996 dan peraturan pelaksana lainnya seperti tentang kebandar  udaraan, keselamatan penerbangan lalu lintas udara, angkutan udara, tekhnik perawatan pesawat udara.dll  )
2. Perjanjian-perjanjian internasional sebagai sumber hukum udara dan penerbangan, misalnya ordonansi pengangkutan udara, perjanjian warsawa (Statuta Mahkamah Internasional Pasal 38. Perjanjian Internasional, Kebiasaan Internasional (International Costums), Prinsip-Prinsip Hukum Umum, Doktrin, Yurisprudensi, Dan Sumber Hukum Udara Internasional Terdiri Dari Perjanjian Multilateral, Perjanjian Bilateral, (Bilateral Air Transport Agreement) dll. )
3. Persetujuan -  persetujuan pengangkutan dalam suatu organisasi internasional misalnya IATA (International Air Transport Association)
4. Ilmu pengetahuan yang dalam dunia ilmu hukum merupakan suatu sumber hukum

Menurut ketentuan dalam UU No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan maka intinya setiap pesawat yang telah didaftarkan akan diberikan Sertifikat Pendaftaran (Certificate of Registration = C o R) dan akan tercatat dalam daftar pesawat udara sipil yang harus mendapatkan perawatan melalui Dirjen Perhubungan Udara. Berdasarkan asas dan prinsip hukum perdata di Indonesia maka  pesawat terbang digolongkan sebagai benda tidak bergerak, dimana prinsip hukum ini berpengaruh pada penetapan aturan hukum keperdataan yang berlaku bagi pesawat terbang sebagai objek jaminan, yaitu antara lain dapat mempunyai hubungan dengan lembaga jaminan berupa hipotik dengan demikian secara yuridis pesawat terbang atau helikopter merupakan benda yang dapat dijadikan sebagai jaminan pelunasan suatu utang (agunan) sepanjang pesawat terbang atau helikopter tersebut telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia.

Hak penumpang prinsipnya berlangsung sejak pembelian tiket yang disana sudah tertera butir-butir perjanjian yang mengikat kedua belah pihak yaitu antara penumpang selaku pengguna jasa penerbangan dan maskapai selaku penyedia jasa penerbangan, berdasarkan UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan maka ada beberapa hak penumpang yang menjadi kewajiban maskapai misalnya jika terjadi kecelakaan maka penumpang berhak mendapat ganti rugi dari maskapai yang berdasarkan Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara (Permenhub 77) maka pembayaran ganti rugi kepada penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka dalam kasus kecelakaan dalam pasal 3 dijelaskan, bagi penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara karena kecelakaan, penumpang atau ahli waris berhak mendapatkan ganti rugi sebesar Rp1,25 miliar,  ganti rugi Rp500 juta diberi kepada (ahli waris) penumpang yang meninggal dunia akibat suatu kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan pengangkutan udara saat proses meninggalkan ruang tunggu bandara menuju pesawat udara atau saat proses turun dari pesawat udara. Selanjutnya jika penumpang mengalami cacat tetap oleh dokter dalam jangka waktu paling lambat 60 hari kerja sejak terjadinya kecelakaan, berhak mendapatkan ganti rugi sebesar Rp1,25 miliar.

Dalam pasal 5 menyangkut hak penumpang terkait dengan bagasi maka apabila bagasi hilang, musnah atau hilang sebagai akibat dari kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat dalam pengawasan pengangkut, penumpang berhak mendapatkan ganti rugi sebesar Rp200.000 per kilogram dan paling banyak Rp4 juta per penumpang, selain itu penumpang juga berhak mendapatkan uang tunggu atas bagasi tercatat yang belum ditemukan dan belum dapat dinyatakan hilang sebesar Rp. 200.000 per hari paing lama untuk tiga hari.

Dalam pasal 146 UU penerbangan mengatur tentang perlindungan penumpang jika terjadi  delay penumpang juga punya hak dimana maskapai yang mengatur bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional, namun apabila keterlambatan lebih dari empat jam maka penumpang berhak mendapatkan ganti rugi sebesar Rp. 300.000 yang dapat dikurangi 50 persen jika maskapai penerbangan menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir penumpang, dalam hal ini penumpang berhak mendapatkan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain ke tempat tujuan apabila tidak terdapat angkutan udara, namun apabila terjadinya pembatalan penerbangan maka maskapai wajib memberitahukan kepada penumpang paling lambat 7 hari sebelum pelaksanaan penerbangan, untuk itu maskapai wajib  memberikan tiket kepada penumpang.

Hak penumpang yang difabel juga dilindungi dalam UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dimana bagi penumpang yang memiliki keterbatasan fisik atau difabel berhak mendapatkan pelayanan khusus dalam pasal 134 UU Penerbangan dijelaskan bahwa penyandang cacat, orang lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 tahun, dan/atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan khusus dari badan usaha angkutan udara niaga, yaitu memberikan prioritas tempat duduk salah satunya.

Selain diatur dalam UU No 1 Tahun 2009 maka
hak hak penumpang selaku pengguna jasa maskapai penerbangan selain diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang memang memberikan banyak hak kepada penumpang pesawat, misalnya hak atas keselamatan, kenyamanan, dan keamanan, jika penerbangan mengalami delay pada dasarnya penumpang dapat menuntut hak atas informasi penerbangan yang akurat, jelas, dan jujur.

Masalah yang sedikit komplek akan terjadi pada penerbangan internasional apabila terjadi kecelakaan karena tentu akan melibatkan negara-negara yang memiliki kedaulatan masing-masing wilayah misalnya negara pesawat (state of registry), negara tempat jatuhnya pesawat (state of occurrence), negara pembuat pesawat/negara pabrik (state of desing and manufacture), ICAO (International Civil Aviation), dari hal tersebut maka timbul hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang terlibat yang selanjutnya menimbulkan kewenangan dan tanggung jawab diantara negara-negara, oleh karena itu maka dibutuhkan kebangsaan suatu pesawat untuk lebih mudah mengenal pemilik dan tempat asal pesawat tersebut serta memudahkan informasi satelit radio berkomunikasi atau memberikan informasi.

Menjadi penumpang pesawat adalah menimbulkan suasana batin tersendiri, namun demikian sejak membeli tiket pesawat maka dari situlah perbuatan hukum dalam lingkup hukum penerbangan dimulai karenanya akan lebih bijak rasanya jika kita selaku pengguna jasa penerbangan mengetahui hak dan kewajiban mendasar selaku penumpang pesawat, demikian pertanyaannya sensasi apakah yang kamu rasakan ketika berada didalam pesawat yang sedang take off ?

Semoga bermanfaat

Denpasar, 11/02/20. 06.05 WIT

Sofyan Mohammad
Praktisi hukum yang beberapa kali berkesempatan mbolang berpetualang dibeberapa daerah terpencil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUT SUARAKPK Ke 9 (2018)