Ada Apa Kapolres Bantul Dipraperadilkan? - SUARAKPK

BERITA HARI INI

Home Top Ad


Iklan BUMN



Penghargaan dari Kedubes Maroko


 

02 Desember 2018

Ada Apa Kapolres Bantul Dipraperadilkan?


JAKARTA, suarakpk.comDidera kasus dugaan kriminalisasi, terkait dengan pelaporan Ir. Faaz di Polres Bantul, laporan polisi Faaz dengan nomor: LP/109/V/2017/SPKT tertanggal 24 Mei 2017 dengan tuduhan Ir.Soegiharto Santoso alias Hoky telah melakukan penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 KUHP.
Ir.Soegiharto Santoso alias Hoky yang menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) dan juga sebagai Anggota Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) terus-menerus dipaksa untuk bertarung dalam permasalahan hukum, baik perdata maupun pidana, terkait kedudukannya sebagai Ketua Umum organisasi para pengusaha komputer itu.
Hokypun telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat panggilan Polres Bantul nomor: S.Pgl/288/X/2018/Reskrim, tertanggal 27 Oktober 2018 yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim Polres Bantul, AKP Rudy Prabowo, SIK, MM dan pada tanggal 01 November 2018 yang lalu diminta hadir menemui IPTU Muji Suharjo SH atau Brigadir Hartono di Kantor Satuan Reskrim Polres Bantul lantai II unit II.
Penetapan tersangkanyapun menurut Hoky terkesan dipaksakan dan diduga kuat sengaja dimunculkan sebagai upaya pihak lawan menghancurkan reputasi dan nama baiknya, dan diduga ini merupakan rangkaian upaya kriminalisasi jilid 2 terhadap dirinya, sehingga ia menyatakan keberatan untuk hadir pada pada tanggal 01 November 2018 lalu.
Dengan telah ditetapkan sebagai tersangka, Hoky akhirnya melakukan upaya hukum dengan mengajukan permohonan praperadilan terhadap Kapolres Bantul ke PN Bantul dengan perkara Nomor: 3/Pid.Pra/2018/PN Btl.
Dikatakan Hoky, upaya hukumnya, memiliki tujuan tersendiri untuk penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan dapat berjalan sesuai amanat konstitusi negara Indonesia.
Upaya hukum tersebut didasarkan pengalamannya telah mengalami kriminalisasi jilid pertama dan sempat ditahan secara sewenang-wenang selama 43 hari di Rutan Bantul oleh oknum penegak hukum yang diduga turut terlibat pada proses kriminalisasi tersebut beberapa waktu lalu.
“Penetapan sebagai tersangka, terkesan sangat dipaksakan oleh penyidik, sebab Laporan Polisi Nomor LP/109/V/2017/SPKT, tertanggal 24 Mei 2017 di Polres Bantul, yang dilakukan oleh pelapor bernama Faaz sesungguhnya masih bersifat prematur dan/atau sumir secara hukum untuk dilakukan penyidikan. Karena fakta hukum membuktikan penyidik belum memperoleh bukti permulaan yang cukup," kata Hoky.
Dirinya mengaku keberatan dengan adanya penetapan sebagai tersangka, sebab menurutnya tidak ada fakta penganiayaan yang didalilkan oleh pelapor (Faaz - red) yang katanya terjadi di depan Lobby Utama PN Bantul pada tanggal 10 Mei 2017. Laporan pengaduan kepada Polres Bantul baru dilakukan pada tanggal 24 Mei 2017, yang secara formil hukum, menurut Hoky, untuk sebuah laporan tindak pidana penganiayaan tentunya diperlukan adanya surat keterangan Visum et Repertum dari pihak kedokteran untuk mendukung laporan pengaduan dimaksud.
"Laporan Faaz diduga kuat dilatarbelakangi adanya indikasi permufakatan jahat yang ditunggangi pihak ketiga, yang menginginkan perampasan hak dan kemerdekaan saya melalui transaksi hukum dan penyalahgunaan kewenangan hukum dan lembaga peradilan, terkait dengan kedudukan saya selaku Ketua Umum APKOMINDO. Apalagi diketahui selain laporan di Polres Bantul tersebut, sebelumnya ada 4 LP lainnya yang seluruhnya hasil rekayasa hukum, antara lain; Laporan Polisi Nomor: LP 503/K/IV/2015/-RESTRO Jakpus, Laporan Polisi Nomor: LP/670/VI/2015/Bareskrim Polri, Laporan Polisi Nomor: TBL/128/II/2016/Bareskrim Polri dan Laporan Polisi Nomor: LP/392/IV/2016/ Bareskrim Polri," urai Hoky.
Sebagai anggota PPWI, Hoky, juga langsung mengadukan masalah yang dihadapinya kepada Ketua Umumnya, Wilson Lalengke S. Pd M. Sc, MA, kemarin Jumat (30/11/2018). Hoky melihat bahwa kasus ini adalah upaya kriminalisasi jilid kedua, dia kemudian meminta saran dan dukungan PPWI dalam menyikapi kasus tersebut.
Menanggapi aduan dari anggotanya, Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke S. Pd M. Sc, MA mengaku akan memberikan dukungan penuh atas upaya anggotanya, dalam memperoleh perlakuan hukum yang adil. Wilsonpun menilai langkah Hoky sudah tepat.
“Apa yang dilakukan Hoky telah tepat, sebab Praperadilan merupakan salah satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang penyidik atau oknum aparat dalam melakukan tindakan hukum," kata Wilson.
Dikatakan oelh Wilson, bahwa polisi bisa saja salah dalam melakukan tindakan upaya paksa, penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan, yang pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia.
Dirinyapun mencurigai adanya dugaan persekongkolan jahat antara pelapor dan oknum polisi di Bantul dalam kasus ini.
"Patut dipertanyakan itu oknum petugas Polres Bantul yang menerima laporan pengaduan dari pelapor Faaz, karena diduga tanpa melampirkan surat keterangan Visum et Repertum dari pihak kedokteran, namun anehnya laporan tetap diproses oleh petugas sebagai laporan perkara dugaan tindak pidana penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 KUHP. Patut dipertanyakan pula tentang kehadiran Faaz ke PN Bantul pada 10 Mei 2016 tersebut, ada keperluan apa sehingga dia bisa hadir dari Jakarta sampai jauh-jauh ke PN Bantul?" ujarnya dengan nada bertanya.
Oleh karena itu, Wilson yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Sekber Pers Indonesia itu mengajak seluruh anggota PPWI dan rekan wartawan lainnya untuk mencermati kasus Hoky ini.
"Mohon kawan-kawan bantu memonitor, termasuk sidang praperadilan di PN Bantul pada tanggal 10 Desember 2018 mendatang," imbuh alumni Utrecht University, Belanda itu.
Sebagaimana sering disuarakan oleh Wilson, tokoh pers nasional yang telah melatih ribuan anggota TNI, Polri, PNS, dan masyarakat umum di bidang jurnalistik itu, ia selalu menghimbau agar setiap anggota Polri harus melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pengayom, pelindung, dan penolong semua warga masyarakat dengan sebaik-baiknya.
"bekerjalah dengan benar, harus promoter, professional, moderen, dan transparan. Jangan bekerja berdasarkan pesanan pihak tertentu, jangan bekerja karena suap, sogokan, dan imbalan berbentuk apapun. Kerusakan sistim penegakkan hukum kita dimulai dari pintu masuknya proses hukum, yakni di meja polisi. Hentikan menggunakan pasal-pasal UU untuk kepentingan diri sendiri," tegas Wilson mengakhiri. (001/Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUT SUARAKPK Ke 9 (2018)