Pelepasan Jenazah Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIII, Pakoe Boewono XIV : Ingsun ndhawuhake, kunarpa ramaningsun tumuli kabudhalna marang Pajimatan Imogiri. Katindakna! - SUARAKPK

BERITA HARI INI

Home Top Ad


Penghargaan dari Kedubes Maroko


 

05 November 2025

Pelepasan Jenazah Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIII, Pakoe Boewono XIV : Ingsun ndhawuhake, kunarpa ramaningsun tumuli kabudhalna marang Pajimatan Imogiri. Katindakna!

 

SURAKARTA, suarakpk.com – Tangis dan Takzim Mengiringi Pelepasan Jenazah Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIII oleh Putra Mahkota yang Kini Jumeneng sebagai Pakoe Boewono XIV.

Tangis haru menyelimuti halaman dalam Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Rabu (5/11/2025), ketika Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIV melepas kepergian ayahandanya, Almarhum Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakoe Boewono XIII, menuju Pajimatan Imogiri, tempat peristirahatan terakhir para raja Mataram.

Dalam suasana yang penuh khidmat, seluruh sentana dalem, abdi dalem, dan masyarakat yang memadati kompleks Karaton menundukkan kepala, menyaksikan langsung momen yang menggetarkan batin itu. Aroma kemenyan dan bunga setaman memenuhi udara, sementara gamelan Monggang mengalun pelan mengiringi perjalanan jenazah keluar dari Sasana Parasedya.

Di hadapan jenazah sang ayahanda yang disemayamkan di atas usungan berhias kain mori putih dengan berhias bunga, Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIV berdiri tegak mengenakan busana kebesaran adat Kasunanan Surakarta. Dengan wajah menahan duka, ia menundukkan kepala sejenak sebelum mengucapkan kalimat sakral yang menandai perpisahan terakhir antara seorang anak dan ayah sekaligus antara dua raja lintas generasi.

"Sabanjure, Ingsun ndhawuhake, kunarpa ramaningsun tumuli kabudhalna marang Pajimatan Imogiri. Katindakna!"

Kata-kata tersebut bergema di tengah keheningan. Suara lembut namun berwibawa dari raja muda itu menembus ruang waktu, seolah menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini. Tak ada isak tangis yang lebih pilu dari kalimat itu-ungkapan pamit yang bukan sekadar perpisahan jasmani, melainkan penegasan spiritual bahwa tongkat estafet kepemimpinan telah berpindah.

Dalam tradisi Karaton Surakarta, sabda pelepasan raja yang telah mangkat merupakan bagian dari tata upacara adat yang sakral. Hanya raja yang berhak mengucapkannya, dan sabda itu menandai bahwa arwah sang pendahulu telah dilepaskan dengan penuh hormat oleh penerus takhta.

Menurut para abdi dalem senior, ucapan "Sabanjure, Ingsun ndhawuhake, kunarpa ramaningsun tumuli kabudhalna marang Pajimatan Imogiri" memiliki makna mendalam-sebuah perintah penuh kasih agar sang ayahanda melanjutkan perjalanan menuju alam baka dengan tenang, ditemani doa seluruh rakyat dan keluarga besar Karaton.

Setelah sabda itu terucap, suara gamelan Monggang kembali menggema. Iring-iringan jenazahpun mulai bergerak pelan meninggalkan Kedaton menuju Imogiri, Yogyakarta. Barisan prajuKaraton berpakaian lengkap membuka jalan, diikuti para abdi dalem pembawa pusaka, keluarga besar, dan ratusan warga yang dengan khidmat ikut mengantarkan.

Hujan rintik mengiringi prosesi, seolah langit pun turut berduka. Di sepanjang jalan menuju luar Karaton, masyarakat Surakarta berdiri berjajar, beberapa menunduk, sebagian lagi meneteskan air mata sambil melafalkan doa. Banyak di antara mereka yang mengenang kembali kiprah SISKS. Pakoe Boewono XIII, yang selama masa pemerintahannya dikenal sebagai sosok pemersatu di tengah dinamika zaman.

Bagi Pakoe Boewono XIV, momen pelepasan itu adalah ujian pertama sebagai raja baru. Sebagai seorang putra yang baru saja mengambil sumpah jumeneng noto sebelumnya, ia memperlihatkan keteguhan luar biasa. Dalam duka yang dalam, ia tetap menjalankan adat dengan penuh tanggung jawab dan keagungan, memastikan bahwa seluruh prosesi berjalan sesuai paugeran Karaton.

Di sela prosesi, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Timoer Rumbaikusuma Dewayani, kakak tertua dari Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIV, menyampaikan bahwa apa yang dilakukan adiknya adalah perwujudan nyata dari adat Karaton yang luhur.

"Sampéyandalem Sinuhun XIV menjalankan sabda pelepasan dengan penuh tata krama dan makna. Itulah tanda kesetiaan seorang putra raja kepada ayahandanya dan kepada adat Mataram. Dalam setiap pelepasan raja, selalu ada pesan spiritual agar penerusnya memimpin dengan welas asih dan kebijaksanaan," ujarnya haru.

Ia menambahkan, seluruh keluarga besar mendukung sepenuhnya kepemimpinan Pakoe Boewono XIV, dan berdoa agar arwah Pakoe Boewono XIII diterima di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa dengan tenang dan damai.

Sekira pukul 09.00 WIB, iring-iringan jenazah meninggalkan kompleks Karaton menuju Pajimatan Imogiri, tempat para leluhur raja Mataram bersemayam. Prosesi berlangsung tertib dan penuh penghormatan. Sejumlah sentana dan abdi dalem senior turut mengiringi hingga ke lokasi pemakaman, sementara masyarakat Surakarta terus berdatangan memberikan penghormatan terakhir.

Di sepanjang perjalanan, doa dan kidung pengantar arwah dilantunkan. Bendera-bendera Karaton diturunkan setengah tiang, dan semua gamelan berhenti ditabuh saat usungan jenazah melewati gapura terakhir.

Pelepasan SISKS. Pakoe Boewono XIII bukan sekadar akhir dari perjalanan seorang raja, tetapi juga awal dari lembaran baru kepemimpinan Pakoe Boewono XIV. Di pundak raja muda itu kini tertumpu harapan agar Kasunanan Surakarta terus menjadi sumber nilai, kebudayaan, dan spiritualitas bagi bangsa Indonesia. (001/red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUT SUARAKPK Ke 9 (2018)