BANTUL, Suarakpk.com — Sidang lanjutan perkara Tupon yang menyeret nama Anhar Rusli, seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kembali digelar di Pengadilan Negeri Bantul, Jumat (17/10/25). Sidang kali ini mencuri perhatian publik bukan karena kehadiran saksi atau ahli, melainkan karena strategi baru dari tim penasihat hukum terdakwa.
Dalam pernyataannya di hadapan majelis hakim, kuasa hukum Anhar Rusli, Dr. Wilpan, SH., MH., mengungkapkan bahwa pihaknya memutuskan untuk tidak menghadirkan ahli secara langsung dalam persidangan. Namun demikian, sebagai bagian dari pembelaan, mereka akan menyampaikan opini hukum tertulis dari dua akademisi terkemuka saat pembacaan pleidoi.
Kedua akademisi tersebut adalah:
Dr. Hartanto, SE., SH., MH., Dekan Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta;
Dr. Anang Shophan Tornado, SH., M.Kn., Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
“Kami akan membuktikan bahwa klien kami tidak melakukan pelanggaran, melainkan menjalankan tugasnya sebagai PPAT sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar Dr. Wilpan di ruang sidang.
Langkah ini dinilai sebagai respons terhadap dua ahli yang sebelumnya dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), masing-masing dari bidang hukum perdata dan pidana. Tim kuasa hukum terdakwa berharap opini para akademisi dapat memberikan perspektif yuridis yang lebih komprehensif kepada majelis hakim.
*Dugaan Kriminalisasi PPAT Muncul ke Permukaan*
Kasus ini memicu perdebatan di kalangan praktisi hukum mengenai batas tanggung jawab profesi PPAT. Sejumlah pihak mulai mempertanyakan apakah proses hukum terhadap Anhar Rusli mencerminkan bentuk kriminalisasi terhadap profesi tersebut.
Sebagian praktisi menilai bahwa perkara ini bukan hanya menyangkut persoalan akta tanah, tetapi juga menyentuh aspek fundamental terkait perlindungan profesi PPAT dan kepastian hukum.
“PPAT bukan alat politik atau pelampiasan konflik pertanahan. Ini adalah profesi hukum yang seharusnya dilindungi,” ujar salah satu praktisi hukum di Yogyakarta yang enggan disebut namanya.
*Sidang Lanjutan: Pembacaan Tuntutan oleh Jaksa*
Majelis hakim menjadwalkan sidang berikutnya dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. Sementara itu, publik dan kalangan akademik menantikan bagaimana opini hukum dari dua dekan fakultas hukum ternama akan memengaruhi arah perkara ini.
Sidang perkara Tupon kini menjadi sorotan nasional, tidak hanya karena nama-nama besar yang terlibat, tetapi juga karena potensinya menjadi preseden hukum penting dalam praktik ke-PPAT-an di Indonesia.
(Tim/Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar