Cirebon, Suarakpk.com – Sejumlah warga mengeluhkan buruknya pelayanan serta dugaan praktik pungutan liar (pungli) di Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Kota Cirebon, khususnya yang berlokasi di ruko Cirebon Super Block (CSB). Keluhan tersebut disampaikan melalui ulasan publik di Google Maps dan menjadi sorotan karena menyangkut integritas pelayanan publik di sektor perpajakan kendaraan bermotor.
Salah satu warga menyampaikan keluhannya secara terbuka di platform ulasan daring. Ia mengaku diminta membayar lebih dari jumlah yang tertera dalam tagihan resmi.
"Sumpah demi Allah, kecewa banget sama pelayanan di Samsat yang di ruko CSB. Ini sudah benar bawa KTP dan bayar Rp306.900, malah ditagih Rp357.000. Pas ditanya, katanya beda KTP. Minta tanda bukti pembayaran, selalu dibilang nggak ada. Tolong dong kerja jujur. Ini sudah termasuk bentuk korupsi pada rakyat," tulisnya.
Keluhan serupa disampaikan pengguna layanan lain yang mengaku dikenakan biaya tambahan tanpa kejelasan.
"Bayar pajak motor kalau beda KTP yang bayar dengan STNK-nya emang dipungut biaya domisili ya? Padahal masih satu kota, cuma beda alamat. Bilangnya ada biaya tambahan. Curiga juga, polisinya minta bayarnya dimasukkan ke dalam map. Saya baru pertama kali, jadi nggak tahu kalau ada biaya selain yang tertera di STNK," ungkapnya.
Selain pungutan yang diduga tidak resmi, warga juga mengkritik sistem antrean dan waktu pelayanan yang dinilai lambat serta tidak teratur.
"Mau ngambil berkas dari awal malah keduluan sama yang baru datang. Dua jam nunggu belum juga beres. Samsat macam apa ini?" tulis warga lainnya.
*Belum Ada Klarifikasi Resmi*
Hingga berita ini diturunkan, pihak Samsat Kota Cirebon belum memberikan pernyataan resmi atas keluhan-keluhan tersebut. Upaya konfirmasi dari media kepada pihak terkait masih terus dilakukan guna memperoleh klarifikasi dan informasi mengenai langkah-langkah perbaikan yang mungkin diambil.
*Dasar Hukum Dugaan Pungli*
Dugaan praktik pungutan liar dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, sesuai dengan:
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 12 e UU Tipikor menyebutkan:
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.”
*Ancaman pidana bagi pelaku:*
Pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun
Denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Media akan terus memantau perkembangan kasus ini dan membuka ruang bagi pihak terkait untuk menyampaikan klarifikasi secara terbuka kepada publik.
(Tim/Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar