SEMARANG, SuaraKPK.com – Sebanyak 70 pimpinan organisasi masyarakat (ormas) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Indonesia Bersatu (ARIB) mendatangi Kantor Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah, Rabu (24/9/2025). Mereka menuntut perbaikan mendasar terhadap sistem pajak daerah, khususnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dinilai semrawut dan kerap menyengsarakan rakyat kecil.
Koordinator ARIB, Ahmad Robani Akbar, SH, MH, menegaskan bahwa persoalan perpajakan bukan hanya terletak pada tingginya nominal pungutan, melainkan juga pada penerapannya yang dianggap tidak adil.
> “Tanah wakaf milik yayasan yang tidak produktif harus bebas pajak. Rumah hunian penduduk miskin dengan lahan kecil di bawah 100 meter persegi seharusnya juga bebas pajak. Begitu pula kendaraan bermotor tua berusia di atas 15 tahun sebaiknya dibebaskan dari pajak,” tegas Robani.
Menurutnya, logika penerapan pajak saat ini kerap tidak masuk akal. Ia mencontohkan kasus pemecahan sertifikat tanah yang justru membuat nilai PBB melonjak hingga 100 persen.
> “Hanya karena sertifikat dipecah dua, PBB langsung naik dua kali lipat. Ini jelas memberatkan rakyat,” ujarnya.
Soroti BPHTB dan Dugaan Kecurangan
Selain PBB, ARIB juga menyoroti penerapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dalam sejumlah kasus, warisan warga diperlakukan sama dengan transaksi jual beli tanah. Akibatnya, ahli waris tetap dibebani biaya besar.
> “Padahal jelas berbeda antara warisan dan jual beli. Bahkan ada selisih lebih sekitar Rp20 juta yang seharusnya menjadi hak warga, tapi hilang entah ke mana,” ungkap Robani.
Ia menilai kebijakan semacam ini tidak menghadirkan keadilan, melainkan justru menambah penderitaan masyarakat kecil. Bahkan, aturan yang tidak jelas dan tidak transparan tersebut membuka ruang terjadinya kecurangan maupun penyalahgunaan kewenangan.
Mendesak Transparansi dan Reformasi Pajak
ARIB mendesak Pemprov Jateng segera memperbaiki regulasi, termasuk Peraturan Gubernur tentang PKB dan Peraturan Wali Kota tentang PBB. Transparansi disebut menjadi kunci utama.
> “Semua mekanisme perpajakan harus transparan. Rakyat berhak tahu dasar perhitungan dan ke mana arah penggunaan pajak. Jangan sampai ada manipulasi, apalagi korupsi. Aparat penegak hukum harus turun tangan jika ditemukan penyimpangan,” kata Robani.
Menurutnya, pemerintah daerah seharusnya hadir untuk meringankan beban rakyat, bukan justru menambah derita melalui kebijakan yang tidak berpihak kepada wong cilik.
> “Kenaikan PBB maupun PKB yang tidak realistis hanya akan memperlebar jurang ketidakpuasan publik. Kalau rakyat sudah merasa diperas, kepercayaan kepada pemerintah akan runtuh,” tambahnya.
Ultimatum Enam Hari
ARIB memberikan tenggat waktu enam hari kepada Pemprov Jateng untuk merespons tuntutan mereka. Jika tidak ada langkah konkret, mereka berencana mendirikan posko pengaduan masyarakat di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah.
> “Jangan sampai rakyat kecil terus disiksa dengan alasan meningkatkan pendapatan daerah. Ingat, negara ini berdiri untuk rakyat, bukan untuk membebani rakyat,” pungkas Robani.
(Laporan: Endar W)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar