KENDARI, suarakpk.com
Persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak terhadap seorang pekerja lama di lingkungan Universitas Terbuka (UT) Kendari kembali memantik reaksi keras dari aktivis masyarakat sipil.
Kali ini, Kelompok Pemerhati Keadilan Masyarakat Sulawesi Tenggara (KPKM Sultra) turun ke jalan dan menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor UPBJJ UT Kendari sebagai bentuk kritik atas lemahnya perlindungan terhadap pekerja.
Korban, yang diinisialkan S.L., S.Pd, diketahui telah bekerja sejak tahun 2011 sebagai tenaga non-dosen di lingkungan UT Kendari. Ia menjalani kontrak tahunan yang terus diperpanjang selama lebih dari 13 tahun tanpa jeda, dan baru didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2019.
Dalam pernyataan resmi, Roslina Afi, Ketua KPKM Sultra sekaligus koordinator aksi, menyampaikan bahwa S.L. diberhentikan secara sepihak tanpa proses bipartit, tanpa surat peringatan, dan tanpa pemberian pesangon sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan.
"Yang membuat kami geram adalah alasan yang disampaikan. Pihak UT menyebutkan bahwa PHK dilakukan berdasarkan regulasi tahun 2006. Padahal S.L. baru mulai bekerja tahun 2011. Jadi dasar hukumnya dari mana? Ini logika yang dipaksakan,” ungkap Roslina.
Dalam sesi hearing antara perwakilan massa dan pimpinan UPBJJ UT Kendari, yang turut didokumentasikan dalam video, pihak UT menyatakan bahwa pesangon pekerja dianggap telah “tercover” dalam iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Pernyataan tersebut langsung menuai respons keras dari KPKM.
“Pernyataan tersebut tidak hanya keliru, tapi berbahaya. BPJS dan pesangon adalah dua hal yang sangat berbeda menurut perundang-undangan. Ini menunjukkan bahwa manajemen UT Kendari tidak memahami secara utuh tanggung jawabnya sebagai pemberi kerja,” ujar Roslina.
Karena tidak mendapat kejelasan dari pihak UT, KPKM Sultra menyatakan akan melaporkan kasus ini secara resmi ke Dinas Ketenagakerjaan Kota Kendari dan Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Selain itu, langkah pelaporan ke tingkat pusat termasuk Kementerian Ketenagakerjaan RI dan Ombudsman RI juga sedang disiapkan.
"Kami ingin tegaskan bahwa perjuangan ini bukan hanya untuk S.L., tapi untuk seluruh pekerja yang selama ini mengalami praktik semena-mena, namun memilih diam karena takut kehilangan mata pencaharian,” tegas Roslina.
Hearing yang dilakukan bersama pihak UT telah direkam dan akan dijadikan bukti sah dalam pelaporan. Jika tidak ada progres berarti dari pihak terkait, KPKM menyatakan akan melanjutkan aksi lebih besar di kemudian hari, termasuk potensi penutupan sementara kantor UT Kendari sebagai bentuk tekanan publik.
“Universitas adalah tempat mencetak keadilan, bukan tempat membungkamnya. Jika lembaga pendidikan mulai melanggar hak dasar pekerja, maka jangan heran jika publik kehilangan kepercayaan,” tegas Roslina menutup pernyataannya.(Udin Yaddi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar