Lima Kemudahan Beribadah di Bulan Ramadhan - SUARAKPK

BERITA HARI INI

Home Top Ad


Iklan BUMN



Penghargaan dari Kedubes Maroko


 

24 Maret 2023

Lima Kemudahan Beribadah di Bulan Ramadhan

Lima Kemudahan beribadah di Bulan Ramadhan

Oleh : HANAFI ZEIN, SH
(Mahasiswa Pascasarjana UIN Medan – Da`i Mimbar Batu Bara)

Bagu Bara, suarakpk.com - Islam itu membawa kemudahan pada umatnya termasuk dalam menjalankan ibadah di bulan suci Ramadhan. Kemudahan ini dapat dibuktikan dalam syariat puasa yang kita jalankan, sebagaimana disebutkan dalam ayat, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185).

Sebelumnya Allah Ta’ala berfirman tentang orang sakit dan musafir yang dapat keringanan saat
puasa, “Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah:185).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya diberikan keringanan bagi kalian untuk tidak
berpuasa ketika sakit dan saat bersafar. Namun puasa ini wajib bagi yang mukim dan sehat. Itu
semua adalah kemudahan dan rahmat Allah bagi kalian.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 2: 59).

Sekarang kita akan melihat lima kemudahan dalam syariat ibadah puasa dan amalan yang
dilakukan di bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan kita jalani.

Kemudahan pertama: Bagi orang sakit boleh ambil keringanan tidak berpuasa jika berat berpuasa. Allah Ta’ala berfirman, “Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah:185)

Kemudahan kedua: Bagi musafir jika berat dalam safar boleh ambil keringanan tidak berpuasa.
Kalau berpuasa itu berat saat safar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk tidak
berpuasa. Jabir radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar melihat orang yang berdesak-desakan.Lalu ada seseorang yang diberi naungan. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Siapa ini?” Orang-orang pun mengatakan, “Ini adalah orang yang sedang berpuasa.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah suatu yang baik jika seseorang berpuasa ketika dia bersafar.” (HR. Bukhari, no. 1946 dan Muslim, no. 1115)
Namun kalau safar tersebut penuh kemudahan misal perjalanan yang hanya sebentar dengan
pesawat (misal: Jogja – Jakarta, ditempuh hanya 1 jam perjalanan dengan pesawat), maka baiknya tetap berpuasa karena lebih cepat terlepas dari kewajiban. Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
“Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di beberapa safarnya pada hari
yang cukup terik. Sehingga ketika itu orang-orang meletakkan tangannya di kepalanya karena
cuaca yang begitu panas. Di antara kami tidak ada yang berpuasa. Hanya Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam saja dan Ibnu Rowahah yang berpuasa ketika itu.” (HR. Bukhari, no. 1945 dan Muslim,
no. 1122)

Namun kalau kondisi sudah super berat saat safar yaitu bisa celaka bahkan binasa, malah jadi
tercela ketika tetap berpuasa. Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada tahun Fathul Makkah (8 H)
menuju Makkah di bulan Ramadhan. Beliau ketika itu berpuasa. Kemudian ketika sampai di Kuroo’ Al Ghomim (suatu lembah antara Mekkah dan Madinah), orang-orang ketika itu masih berpuasa. Kemudian beliau meminta diambilkan segelas air. Lalu beliau mengangkatnya dan orang-orang pun memperhatikan beliau. Lantas beliau pun meminum air tersebut. Setelah beliau melakukan hal tadi, ada yang mengatakan, “Sesungguhnya sebagian orang ada yang tetap berpuasa.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan, ‘Mereka itu adalah orang yang durhaka. Mereka itu adalah orang yang durhaka.’” (HR. Muslim, no. 1114)

Kesimpulannya, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Yang lebih
afdhal adalah yang paling mudah baginya saat safar. Jika dalam puasa terdapat bahaya, maka
puasa dihukumi haram. Allah Ta’ala berfirman.
Kemudahan ketiga: Bagi tiang sepuh (orang sudah tua renta) boleh tidak berpuasa dan diganti dengan fidyah. Allah Ta’ala berfirman, “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Orang sakit yang tidak diharapkan lagi
kesembuhannya, maka dia boleh tidak berpuasa dan diganti dengan memberi makan kepada
orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan. Karena orang seperti ini disamakan dengan orang yang sudah tua.” (Al-Mughni, 4: 396)

Kemudahan keempat: Bagi wanita hamil dan menyusui kalau berat berpuasa, boleh tidak berpuasa dan puasanya tetap diqadha’. Qadha’ ini tetap ada sebagaimana pendapat jumhur (kebanyakan ulama). Namun kalau berat karena utang puasa yang menumpuk -misal selama enam tahun punya tiga anak berturut-turut-, ketika itu tentu sangat berat untuk diqadha’, maka boleh diganti fidyah. Caranya, satu hari tidak puasa, mengeluarkan satu bungkus makanan.
Kemudahan kelima: Wanita haidh masih boleh beribadah di bulan Ramadhan seperti yang boleh dilakukan:
1. Membaca Al-Qur’an asalkan tidak menyentuhnya langsung, bisa baca dari Al-Qur’an
terjemahan atau menyentuh mushaf Al-Qur’an (yang murni bahasa Arab) dengan sarung
tangan.
2. Membaca dzikir, sepakat ulama boleh.
3. Membaca do’a juga boleh apalagi di bulan Ramadhan adalah waktu diijabahinya do’a-
do’a.
4. Mencari malam Lailatul Qadar di sepuluh hari terakhir Ramadhan.
5. Masuk masjid untuk mengikuti pengajian, meskipun sedang haidh. Menurut pendapat
terkuat, wanita haidh masih boleh masuk masjid.

Semoga dengan hadirnya puasa tahun ini menjadikan hamba yang senantiasa menjalankan ibadah dengan baik dan benar serta lebih giat dari tahun-tahun sebelumnya sehingga diakhir ramadhan diri ini akan merasakan perubahan yang sangat siknifikan dalam nikmat Beribadah  kepada Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUT SUARAKPK Ke 9 (2018)