Ungaran, suarakpk.com – Sejumlah warga Desa Papringam
mempertanyakan pembangunan di desanya yang bersumber pembiayaan dari Dana Desa sekitar
Rp 150 juta. Salah satu warga yang disebutkan namanya, mengatakan bahwa
pelaksanaan proyek tanpa plank itu diduga sengaja tidak dibuat agar terlepas
dari pengawasan masyarakat Desa Papringan pada waktu itu. Bahkan dirinyapun
menuding Ketua Tim Pengelola Kegiatan (TPK) sebagai boneka yang sengaja dibuat
oleh Kepala Desanya.
“Percuma kalau dana yang dikeluarkan tidak sesuai dengan hasil pekerjaan atau RAB dan harusnya ada pengawasan Dinas terkait terhadap sejumlah proyek yang bersumber dari dana Negara dan Daerah untuk desa. Karena patut diduga adanya indiksi permainan Kepala Desa (Kades). dan menurut kami Pak Bajuri selaku ketua Tim Pengelola Kegiatan (TPK) hanyalah boneka saja,” ujarnya.
Menurutnya, jika dugaan ini diketahui banyak masyarakat, dirinya merasa kasihan kepada ketua TPK.
“Percuma kalau dana yang dikeluarkan tidak sesuai dengan hasil pekerjaan atau RAB dan harusnya ada pengawasan Dinas terkait terhadap sejumlah proyek yang bersumber dari dana Negara dan Daerah untuk desa. Karena patut diduga adanya indiksi permainan Kepala Desa (Kades). dan menurut kami Pak Bajuri selaku ketua Tim Pengelola Kegiatan (TPK) hanyalah boneka saja,” ujarnya.
Menurutnya, jika dugaan ini diketahui banyak masyarakat, dirinya merasa kasihan kepada ketua TPK.
“jelas kami tahu
pada waktu dalam pelaksanaan tidak transparan. Dalam hal ini harapan kami
penegak hukum untuk segera mengusut tuntas.” tuturnya.
Lebih lanjut,
warga mengatakan "Kasus ini harus di usut tuntas..!!, selain itu kami atas
nama masyarakat meminta pak Bajuri untuk menceritakan saja fakta dan kami
masyarakat tentunya mendukung. Saya kasihan kalau ketua TPK hanya jadi kambing
hitam saja,".
Sementara itu
sejumlah warga Dusun Kaporan saat di konfirmasi mengaku jika saat pelaksanaan
pengerjaan jalan tidak ada musyawarah. Warga hanya menerima matrial saja tanpa
adanya rincian yang selanjutnya untuk kekurangan dibiayai dari swadaya
masyarakat.
"Waktu itu
kami hanya menerima matrial saja mas, lebihnya kami tidak tahu. Kamipun merasa
ini aneh dan tak lazim seperti di desa desa lainya. Harusnya kami menerima uang
dan dibentuk tim dalam pelaksanaanya. Kalau beginikan ya repot,"tuturnya.
Di tambahkan, seperti
salah satu pelaksanaan pengerjaan gedung aula balai desa yang memakan dana
sekitar Rp 150 juta, yang hingga kini belum selesai. "Masak dana Rp 150
juta bangunan berdirinya hanya sampai segitu saja dan sempat mangkrak," jelasnya.
Perdasarkan pantauan
di lapangan, dikabarkan setelah muncul gejolak pembangunan gedung aula kembali
dikerjakan yang informasianya menggunakan dana talangan.
"Sudah
beberapa hari ini gedung aula balai desa kembali di kerjakan, yang informasinya
di kerjakan dana talangan/dana "geal
geol". Pertanyaan kami selaku warga dana talangan tersebut bersumber
dari mana dan nanti pengembaliannya bagaimana,"terangnya.
Di sisi lain,
keterangan yang berhasil dihimpun media, salah satu tokoh warga yang enggan
disebukan namanya mengatakan, belum lama ini juga, saat pelaksanaan seleksi
perangkat desa warga mengeluhkan, Pemerintah Desa juga kembali kembali dituding
kurang transparan dan patut diduga ada permainan. Menurutnya dana sebesar Rp 20
juta dalam penggunaan tidak di perinci secara jelas. Bahkan dana tersebut juga
tidak di serahkan ke pada pihak panitia pemilihan.
"Saat pelaksanaan seleksi sekdes dan kadus ada anggaran dari dana desa sebesar Rp 20 juta, lha.... dana itu di pegang oleh bendahara desa dan dalam pengalokasianya juga yang nyerahkan bendahara desa. Pertanyaan kami, terus panitia seolah tidak di fungsikan alias hanya lagi-lagi jadi boneka,"katanya.
Dirinya mempertanyakan penggunaan Dana sebesar Rp 20 juta yang digunakan untuk melakukan seleksi perangkat desa beberapa waktu lalu, pasalnya warga desa menduga Kepala Desa tidak transparan. Pasalnya, saat pelantikan kemarin, masing masing calon yang lolos seleksi di mintai dana masing masing Rp 5 juta.
"Saat pelaksanaan seleksi sekdes dan kadus ada anggaran dari dana desa sebesar Rp 20 juta, lha.... dana itu di pegang oleh bendahara desa dan dalam pengalokasianya juga yang nyerahkan bendahara desa. Pertanyaan kami, terus panitia seolah tidak di fungsikan alias hanya lagi-lagi jadi boneka,"katanya.
Dirinya mempertanyakan penggunaan Dana sebesar Rp 20 juta yang digunakan untuk melakukan seleksi perangkat desa beberapa waktu lalu, pasalnya warga desa menduga Kepala Desa tidak transparan. Pasalnya, saat pelantikan kemarin, masing masing calon yang lolos seleksi di mintai dana masing masing Rp 5 juta.
"Waktu
pelaksanaan seleksi perangkat desa, sisa untuk membayar pihak akademisi yang
melakukan seleksi Rp 5 juta, sisa Rp 15 juta katanya untuk ATK dan menggaji
panitia. Masak pembelian ATK dengan gaji panitia sampai Rp 15 juta mas,
sedangkan saat pelantikan kemarin, masing masing calon yang dinyatakan lolos
seleksi masih dimintai dana masing-masing Rp 5 juta, lha terus sisa uang Rp 15
juta kemana, harusnya anggarannya sudah cukup dan tidak perlu memungut
dari masing - masing calon " ungkapnya.
Saat pelantikan
disebutkan dengan anggaran yang bersumber dari pungutan masing-masing calon
yakni mengundang kurang lebih 150 orang. Padahal saat pelaksanaan realisasinya
yang hadir kurang dari 70 orang. Bahkan parahnya lagi dari masing masing calon
diberi undangan dan hanya di perbolehkan untuk mengajak lima orang saja.
"Sejak dulu
sistemnya selalu tidak transparan, bahkan saat rapat setahu saya hanya beberapa
pangkat desa saja dan pihak calon. Harapan kami selaku masyarakat ketidak
wajaran di pemerintahan desa kami untuk segera di usut tuntas,"pungkasnya.
Terpisah, Ketua
Harian Lembaga Sawadaya Masyarakat Indonesia Coruption Investigation Jateng
(LSM ICI), Shodik, menyoalkan pengerjaan proyek yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun dari Pemerintah Daerah melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana
Desa (DD) di Desa Papringan Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang, dinilai
tidak transparan kepada publik dikarenakan pekerjaannya tidak mencantumkan
plank petunjuk kegiatan.
Kepada media, Shodik
mengatakan, timbulnya tanda tanya dalam hal pengerjaan proyek tersebut di
lapangan, karena tidak transparan kepada masyarakat dan tidak memasang plank
saat pelaksanaan pengerjaan pembangunan, pada Proyek DD/ADD Tahun Anggaran 2016
lalu.
“Akibat tidak
mencantumkan/memasang plank pekerjaan proyek sejumlah pembangunan di Desa
Papringan, banyak masyarakat menilai dalam pelaksanaan tidak transparan.
Sehingga banyak masyarakat menduga adanya mark-up dalam pembelanjaan matrial
saat pelaksanaan,” kata shodik kemarin Kamis (16/6).
Menurutnya, dari
hasil investigasi tim LSM ICI di lapangan, banyak di temukan kejanggalan -
kejanggalan dalam pelaksanaan pembangunan. Pasalnya, dalam nota nota
pembelanjaan matrial jelas tidak masuk akal dan dugaan adanya rekayasa.
“Tim kami terus
melakukan investigasi dan mengumpulkan informasi. Dari hasil temuan diduga
adanya nota fiktif dan rekayasa. Pasalnya pada tahun 2016 dalam nota disebutkan
harga semen persatuannya Rp 50.000 jelas itu tidak masuk akal. Selain itu
kejanggalan lain dalam nota menyebutkan harga besi jauh lebih mahal dari harga
umum. Anehnya dalam nota disebutkan harga besi dihitung harga per kg dengan
harga pukul rata, padahal harusnya tidak rata karena ukuran besi beda-beda
serta setahu saya bukan per kg tapi per batang, ” tegas Shodiq.
Lebih lanjut, Shodik
mengaku bahwa Timnya terus melakukan investigasi di lapangan setelah adanya
aduan dari sejumlah masyarakat yang mengeluhkan ketidak transparanan atas kinerja
Kades Papringan. Selain itu masyarakat juga menduga peranan ketua TPK dalam
pelaksanaan pembangunan desa hanya di jadikan boneka dan seakan tidak berfungsi,
pasalnya masyarakat menduga semua pembelanjaan dilakukan sendiri oleh Kepala
Desa.
"Beberapa
waktu lalu kita sudah klarifikasi ke kepala desa menanyakan beberapa harga
matrial yang tertera dalam nota. Saat itu kepala desa menjawab jika adanya mark
- up harga dengan maksud sisanya di gunakan untuk penambahan volume, jelas itu
tidak masuk akal," tandas Shodiq.
Dirinya menegaskan bahwa dari temuan tim lembaganya akan ditindaklanjuti dengan pelaporan ke Aparat Penegak Hukum (APH) dengan tembusan dikirimkan ke Presiden.
Dirinya menegaskan bahwa dari temuan tim lembaganya akan ditindaklanjuti dengan pelaporan ke Aparat Penegak Hukum (APH) dengan tembusan dikirimkan ke Presiden.
Shodik juga minta Aparat
Penegak Hukum (APH) untuk segera bertidak dan menginvestigasi adanya beberapa
temuan dan kejanggalan di Desa Papringan tersebut.
“Kami meminta Kejari Kabupaten
Semarang dan Polres Semarang supaya melakukan pengusutan terhadap indikasi
penyalahgunaan DD dan ADD Tahun Anggaran 2016 yang diduga dilakukan sejumlah
oknum terkait dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan di Desa Papringan,”tandasnya.Di tambahkan, kami tegaskan untuk temuan ini kiranya segera diusut dan ditegakkan sesuai hukum berlaku tanpa pandang bulu agar para pelaku jera serta uang rakyat dikembalikan.
"Beberapa kali pak Kades menghubungi saya untuk meminta saran dan petunjuk serta minta tolong dalam hal ini. Ya saya tegaskan akui jika salah serta kembalikan uang rakyat jika memang di selewengkan, itu petunjuknya," pungkasnya. (IR.01/RED)