JAKARTA, suarakpk.com – Sidang lanjutan perkara tindak pidana korupsi dengan terdakwa Hasto Kristiyanto kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (16/5/2025). Persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Rios Rahmanto dengan didampingi Hakim Anggota Sunoto dan Sigit Herman Binaji sempat diskors untuk menunaikan ibadah sholat Jumat sebelum dilanjutkan kembali dengan pemeriksaan saksi yang lebih mendalam.
Dua saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum adalah Arief Budi Raharjo, seorang penyelidik KPK, dan Hasyim Asyari, mantan anggota KPU periode 2017-2022. Namun fokus pemeriksaan hari ini lebih banyak pada keterangan saksi Arief Budi Raharjo terkait kronologi penyelidikan dan kejadian yang dialaminya saat melacak keberadaan terdakwa Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku pada Januari 2020.
Dalam keterangannya pada sesi pagi, Arief menjelaskan bahwa tim penyelidik KPK yang terdiri dari sekitar lima orang, termasuk dirinya dan Rossa Purbo Bekti, melakukan pelacakan terhadap Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku melalui data intelijen, termasuk penggunaan teknologi pelacakan ponsel.
"Kami memantau pergerakan ponsel beberapa pihak terkait sebagai bagian dari operasi penyelidikan," ungkap Arief saat diperiksa di bawah sumpah.
Saksi menjelaskan bahwa tim penyelidik pada tanggal 8 Januari 2020 melakukan pengawasan dan pelacakan di beberapa lokasi, dan kemudian mendapati titik-titik lokasi tertentu yang menjadi perhatian, termasuk area Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan.
"Data intelijen menunjukkan keberadaan beberapa pihak yang menjadi target penyelidikan kami berada di sekitar PTIK. Kami kemudian menuju ke lokasi tersebut untuk melakukan pengecekan," jelas Arief.
Pada pemeriksaan lanjutan setelah skorsing sholat Jumat, Hakim Anggota Sunoto terlihat mencecar saksi dengan pertanyaan-pertanyaan mendetail terkait lokasi kantor PDI Perjuangan dan PTIK.
"Berapa jauh jarak antara kantor DPP PDI Perjuangan dengan PTIK?" tanya Hakim Sunoto.
Saksi Arief nampak kesulitan menyebutkan alamat lengkap kedua lokasi tersebut dan hanya mampu memperkirakan jarak tempuh berdasarkan waktu.
"Kurang lebih sekitar 30 menit sampai dengan 1 jam perjalanan, Yang Mulia," jawab Arief.
Tidak puas dengan jawaban tersebut, Hakim Sunoto kemudian menggali informasi lebih dalam tentang inisial-inisial yang tercantum dalam data intelijen dan BAP.
"Apa yang dimaksud dengan 'HST di DPP' yang tercantum dalam data posko pada pukul 14.58 WIB?" tanya Hakim Sunoto seraya menunjuk dokumen BAP.
"HST adalah inisial untuk Hasto Kristiyanto, Yang Mulia. Saat itu, berdasarkan data intelijen, terdakwa berada di kantor DPP PDI Perjuangan," jawab Arief.
Hakim Sunoto kemudian beralih ke pertanyaan terkait nomor telepon yang terlacak dalam data intelijen. Dengan seksama, hakim memastikan keakuratan data tersebut.
"Apakah Saudara dapat memastikan bahwa nomor-nomor telepon yang tercantum dalam BAP tersebut adalah milik Hasto Kristiyanto, Harun Masiku, dan Kusnadi?" tanya Hakim Sunoto.
Saksi Arief menjawab dengan yakin, "Benar, Yang Mulia. Nomor-nomor tersebut adalah milik Hasto Kristiyanto, Harun Masiku, dan Kusnadi yang merupakan ajudan Hasto Kristiyanto."
Hakim Sunoto kemudian menegaskan bahwa nomor-nomor tersebut dapat diverifikasi melalui aplikasi GetContact, dan identitas pemilik nomor akan muncul sesuai dengan sebutan yang tercantum dalam BAP.
"Jadi berdasarkan data yang ada, nomor-nomor tersebut dapat dilacak dan terverifikasi melalui GetContact yang menunjukkan bahwa nomor-nomor tersebut memang milik orang-orang yang Saudara sebutkan, benar?" tanya Hakim Sunoto memastikan.
"Benar, Yang Mulia," jawab saksi Arief.
Yang paling menarik perhatian majelis hakim adalah keterangan saksi tentang kejadian yang dialaminya di PTIK. Arief menceritakan secara detail bagaimana dirinya dan empat rekannya diamankan oleh petugas yang berpakaian beragam, termasuk ada yang mengenakan seragam loreng merah dan pakaian kepolisian lainnya.
"Saat kami tiba di PTIK sekitar pukul 19.30-20.00 WIB, kami mengamati ada tiga petugas dengan pakaian berbeda, ada yang pakai loreng merah dan pakaian kepolisian lainnya," jelas Arief. "Mereka kemudian menghampiri kami, menggeledah dan mengamankan kami. Mereka menyatakan bahwa PTIK sedang disterilkan karena akan ada acara."
Saksi menambahkan bahwa petugas tersebut meminta mereka menyerahkan ponsel. "Saya merasa agak khawatir karena mereka tampak membawa senjata yang kelihatan menonjol di pinggang mereka," terang Arief.
Meski saksi sudah menjelaskan tujuannya untuk melihat lokasi di titik tersebut, tim penyelidik tetap diamankan dan dibawa ke sebuah ruangan untuk diinterogasi.
"Saya sudah menjelaskan kepada seorang mantan penyidik KPK yang berstatus polisi yang sudah ada di PTIK, tetapi kami tetap ditahan," ungkapnya.
Saksi kemudian menceritakan bahwa proses interogasi berlangsung sampai pukul 04.00 WIB dini hari. "Selama proses itu, kami tidak diizinkan untuk menghubungi pimpinan kami. Ponsel dan dokumen kami disita. Bahkan mobil kami juga digeledah," terang Arief.
Pada sekitar pukul 02.30 WIB, Direktur Penyidikan KPK bersama tim Paminal Polri tiba di lokasi. "Para polisi yang sebelumnya mengamankan kami kemudian pergi, tetapi tak lama kemudian mereka kembali dan menyuruh kami untuk menjalani tes urin," kata Arief.
"Meskipun berat, kami tidak punya pilihan selain mengikuti tes urin tersebut. Hasilnya negatif," tambah saksi.
Saksi menambahkan bahwa mereka baru dilepaskan sekitar pukul 04.00 WIB dini hari, setelah menjalani tes urin. "Kami kemudian kembali ke Gedung KPK setelah dilepaskan, tetapi tidak berhasil melanjutkan penyelidikan yang menjadi tugas kami," tegas Arief.
Ketika ditanya oleh Hakim Ketua Rios Rahmanto tentang alasan penyekapan tersebut, saksi menjawab, "Dari pengamatan kami, hal itu dilakukan untuk mencegah kami melakukan pengejaran terhadap pihak-pihak yang sedang kami selidiki, Yang Mulia."
Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya mendakwa Hasto Kristiyanto dengan Pasal 21 UU Tipikor yakni dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dalam perkara korupsi.
Selain itu, terdakwa juga didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor, terkait dugaan pemberian suap kepada Wahyu Setiawan selaku anggota KPU untuk memuluskan penggantian Riezky Aprilia dengan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI terpilih 2019-2024 dari Dapil Sumsel 1.
Kasus ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Wahyu Setiawan, anggota KPU, pada 8 Januari 2020 terkait dugaan suap sebesar Rp600 juta untuk memuluskan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI.
Sidang akan dilanjutkan pada hari Kamis (22/5/2025) dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya, termasuk lanjutan dari keterangan Hasyim Asyari, mantan anggota KPU periode 2017-2022. (Arief/Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar