Oleh
: Sofyan Mohammad
Pada
saat ini (2020) dunia secara Global tengah mengalami kondisi pendemi wabah
virus corona yang selanjutnya diidentifikasi sebagai Covid - 19. Dampak
penyebaran Covid -19 juga sampai pada belahan bumi Nusantara kemudian pihak
pemerintah mencatat bahwa penderita penyakit virus Corona (COVID-19) terus
mengalami peningkatan dari hari ke hari sejak awal Maret 2020 hingga saat ini.
Data
Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 juga menyatakan bahwa masih banyak
terdapat kasus positif yang berada di masyarakat, masih ada kelompok masyarakat
yang rentan yang belum disiplin untuk jaga jarak dan menggunakan masker. Dari
seluruh provinsi terdapat kasus positif, sehingga berdampak pada aktivitas
masyarakat, sebagai respon atas pandemi ini maka dibeberapa wilayah telah
memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Pendemi
ini juga berdampak pada kinerja pengadilan, padahal secara hukum persidangan
sangat diperlukan guna menegakan keadilan sebagaimana mana implementasi adagium
hukum "Fiat justitia ruat caelum" yang artinya keadilan akan tetap
ditegakkan, walaupun langit akan runtuh, dan sekarang meski pendemi wabah ini
sangat berdampak bagi semua sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara namun apapun alasannya hukum
harus ditegakkan.
Dalam
praktik peradilan umum khususnya peradilan dalam yurisdiksi hakim pidana maka
disana adalah menyangkut hak hukum dan hak keadilan bagi para Terdakwa yang
pada satu sisi menyangkut pula kepastian hukum dari masa penahanan yang sudah
dijalaninya.
Berdasarkan
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 1, yang dimaksud dengan Tersangka
adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga
sebagai pelaku tindak pidana, sedangkan Terdakwa adalah seorang Tersangka yang
dituntut, diperiksa dan diadili di persidangan.
Dalam
praktik hukum kita maka mengatur tentang hak terdakwa di muka persidangan
pengadilan, selain hak yang diberikan pada tersangka dan terdakwa selama dalam
tingkat proses penyidikan dan penuntutan, KUHAP juga memberi hak kepada
terdakwa selama proses pemeriksaan persidangan.
Hukum
kita memberi hak bagi tersangka dan atau terdakwa yang dimaksudkan agar
tersangka ataupun terdakwa tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh penegak
hukum, hal mana sebagaimana diatur dalam Bab VI KUHAP mulai dari Pasal 50
sampai dengan Pasal 68, adapun hak-hak tersebut yaitu hak tersangka atau
terdakwa segera mendapat pemeriksaan.
Bahwa,
dalam persidangan adalah dengan mengedepankan
prinsip peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan dipertegas
dalam Pasal 50 KUHAP, yang memberikan hak yang sah menurut hukum dan
undang-undang kepada tersangka/terdakwa.
Setiap
tersangka berhak segera untuk diperiksa oleh penyidik, berhak segera diajukan
ke sidang pengadilan dan
berhak
segera diadili dan mendapat putusan pengadilan (speedy trial right), serta
berhak untuk melakukan pembelaan hukum.
Untuk
kepentingan mempersiapkan hak pembelaan tersangka atau terdakwa maka diatur
dalam pasal 51 - 57 KUHAP
Terdakwa
juga berhak untuk diberitahukan dengan jelas dengan bahasa yang dapat
dimengerti tentang apa yang didakwakan kepadanya, berhak memberikan keterangan
dengan bebas dalam segala tingkat pemeriksaan, mulai dari tingkat pemeriksaan
penyidikan dan pemeriksaan sidang pengadilan, berhak mendapatkan juru bahasa,
berhak mendapat bantuan hukum guna pembelaan hukum untuk kepentingan diri dari seseorang atau beberapa
orang penasihat hukum.
Rincian
hak dari pada Terdakwa lain adalah berhak untuk diadili di sidang pengadilan
yang terbuka untuk umum, berhak mengusahakan dan mengajukan saksi yang
meringankan (ade charge) atau ahli yang dapat memberi keterangan kesaksian atau
keterangan keahlian yang menguntungkan bagi terdakwa, hal ini sebagaimana
diatur dalam ketentuan pasal 116 ayat 3 dan ayat 4, serta Pasal 160 ayat 1
huruf e KUHAP.
Dalam
persidangan pidana maka terdakwa tidak boleh dibebani kewajiban pembuktian
dalam pemeriksaan sidang, yang dibebani kewajiban untuk membuktikan kesalahan
terdakwa adalah penuntut umum.
Sebagaimana
telah disebutkan di atas jika persidangan adalah menyangkut hak hak yang
melekat pada diri Terdakwa maka untuk mencapai tujuan keadilan maka proses
persidangan pidana harus tetap digelar meski ditengah wabah Pendemi Corona, terkait dengan hal ini maka Mahkamah
Agung RI telah mengeluarkan Surat Edaran Sekretaris Mahkamah Agung (SE SEKMA)
No. 1 Tahun 2020 berupa upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan
Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya pada 17 Maret 2020 demikian
pihak Kejaksaan Agung juga membuat instruksi Jaksa Agung yang disampaikan pada
video conference pada 24 Maret 2020 bersama seluruh Kepala Kejaksaan Tinggi
se-Indonesia yang mana instruksi ini dilakukan sebagai langkah pencegahan
penyebaran virus Corona COVID-19 di lingkungan peradilan dengan menerapkan
menjaga jarak sosial atau fisik (social distancing measure atau physical
distancing) yang selanjutnya juga telah terkoordinasi dengan pihak Kepolisian,
otoritas rumah tahanan atau lapas yang pada pokoknya proses penegakan hukum
tersebut tidak boleh terhenti.
Proses
persidangan ditengah Pendemi Corona ini adalah dengan digelarnya proses
persidangan dengan metode teleconference yaitu persidangan jarak jauh dengan
menggunakan fasilitas teleconference atau online. Dalam praktik persidangan online ini pada
pokoknya sama dalam hukum acara dalam persidangan biasa namun yang membedakan
adalah adanya jarak antar element sidang yaitu Majelis Hakim berada di
Pengadilan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dikantor Kejaksaan sementara Terdakwa
dengan didampingi oleh Advokat Penasehat Hukum berada di Rutan/ Lapas tempat
Terdakwa berada dan saksi saksi yang dihadirkan juga tetap diperiksa dan berada
di Kantor Kejaksaan (hal ini berbeda beda tergantung situasi dan kondisi tiap
daerah misalnya ada dibeberapa daerah Terdakwa berada di Rutan sementara
Advokat Penasehat hukum berada di Kantor Kejaksaan atau berada di Pengadilan
semantara saksi saksi diperiksa di Pengadilan) namun pada intinya karena
menyangkut adanya jarak maka persidangan adalah dengan memanfaatkan daring
tekhnologi teleconfrance yang tersambung secara live streaming dan masyarakat
umum juga dapat mengikuti persidangan selama persidangan adalah dibuka terbuka
untuk umum, namun demikian tentu harus mematuhi protokol dan prosedur kesehatan
yang menyangkut Social Discanting atau Physichal Discanting.
Persidangan
dengan menggunakan piranti teleconfrence
merupakan salah satu wujud lahirnya peradilan informasi yang modern dan dapat
dijangkau global, lintas batas akibat adanya kemajuan teknologi informasi.
Hukum acara disuatu proses peradilan di Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk
mendapatkan kebenaran materiil, sehingga persidangan dengan tetap melakukan
pemerikasaan pemeriksaan saksi maupun Terdakwa
adalah suatu keharusan.
Persidangan
dalam pemeriksaan saksi saksi melalui sarana elektronik nampaknya sudah diatur
pula dalam UU No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, walaupun
secara khusus mengenai penggunaan teleconference dalam memberikan keterangan di
muka persidangan masih belum diatur dalam perundang- undangan secara spesifik,
namun demikian metode ini akan menjadi penemuan hukum dikemudian hari mengingat
metode ini akan menjadi sejarah oleh karena baru kali ini proses persidangan
dengan pemeriksaan saksi saksi maupun proses persidangan secara keseluruhan
dilakukan secara online dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Semoga
para penegak hukum yang terlibat dalam segala proses penegakan hukum diera
Pendemi ini diberi kesehatan dan keselamatan dari penyebaran Covid - 19 yang
lebih jauh proses keterlibatannya dalam penegakan hukum ini tercatat sebagai
bagian pelaku sejarah dalam catatan penegakan hukum dikemudian hari yang akan
dibaca dengan penuh kebanggan oleh generasi berikutnya.
Semoga
bermanfaat.
- Terinspirasi dari pelaksanaan proses persidangan Pidana secara online atau
Teleconferance.
- Materi disari dari berbagai sumber referensi
(Penulis
adalah Advokat daerah yang sehari hari tinggal di desa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar