Novel Bawesdan Curigai Keterlibatan Jendral Polisi - SUARAKPK

BERITA HARI INI

Home Top Ad


Penghargaan dari Kedubes Maroko


 

15 Juni 2017

Novel Bawesdan Curigai Keterlibatan Jendral Polisi

Jakarta, suarakpk.com - Novel menyampaikan kecurigaan dia soal dugaan keterlibatan peran seorang jenderal polisi dalam wawancara bersama media internasional Time, Selasa (13/6).

Dalam wawancara dengan Time, Novel mengatakan insiden penyiraman air keras merupakan kejadian intimidasi keenam yang dia terima karena pekerjaannya. Dia pun lantas mengungkap kecurigaannya atas dugaan keterlibatan orang berpengaruh di kepolisian dalam insiden penyiraman air keras.

“Saya sebenarnya telah menerima informasi bahwa seorang jenderal kepolisian, level tinggi dari jajaran kepolisian terlibat. Awalnya, saya bilang itu informasi yang bisa jadi salah. Namun, kini sudah dua bulan lamanya dan kasus saya tak juga menemukan titik terang. Saya lantas bilang (kepada orang yang memberikan informasi), bahwa informasi itu bisa saja benar,” kata Novel Baswedan, seperti dikutip Time, Selasa (13/6).

Menanggapi berita tersebut, Markas Besar Polri meminta penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan melaporkan kecurigaannya terkait dugaan keterlibatan orang berpengaruh di tubuh Polri dalam teror penyiraman air keras. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Mabes Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan, Novel bisa saja dituding membuat isu tanpa bukti jika tidak melaporkan pernyataannya.

"Supaya tidak terjadi sebuah tendensi atau tudingan, karena informasi itu kan harus diuji, tidak dibiarkan," kata Martinus di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (14/6).

Martinus mengatakan setiap laporan akan ditindaklanjuti penyidik. Novel dalam hal ini harus bisa mempertanggungjawabkan pernyataannya di majalah Time.

"Nah, karena kalau menuding seseorang kan harus kita bisa dapat faktanya. Waktunya kapan, pukul berapa, di mana, itu kan harus jelas," ucap Martinus.

Terpisah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berencana membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus dugaan penyerangan penyidik KPK, Novel Baswedan. Tim tersebut dibentuk usai Komnas HAM menyelesaikan investigasi.

Komisioner Komnas HAM, Manager Nasution menyatakan usulan pembentukan TGPF kasus Novel ini nantinya ditentukan dalam Rapat Paripurna Komnas HAM, pertengahan Juni 2017.

"TGPF atau semacamanya ini dalam UU Komnas HAM dan peraturan Komnas HAM beranggotakan Komnas HAM sendiri dan pelibatan masyarakat," kata Manager di Gedung KPK, Jakarta kemarin.

Manager mengatakan, anggota TGPF dari unsur masyarakat melibatkan pemangku kebijakan dan lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada bidangnya masing-masing.

Pada kasus Novel ini, kata Manager, masyarakat yang dilibatkan dalam TGPF merupakan pihak yang selama ini aktif dalam pemberantasan korupsi.

"Ini berarti komunitas atau tokoh masyarakat yang punya track record dalam pemberantasan korupsi," ujarnya.

Manager, yang juga merupakan ketua tim investigasi Komnas HAM untuk kasus Novel masih enggan bicara lebih jauh mengenai rencana pembentukan TGPF ini. Ia hanya berharap kasus dugaan penyerangan ke Novel dapat diungkap.

"Karena ini kasus besar, dan menyangkut masa depan pemberantasan korupsi bangsa," kata Manager.

Sejak dibentuknya tim investigasi penyelidikan kasus teror terhadap Novel ini, Komnas HAM sudah mendatangi tempat kejadian perkara hingga meminta keterangan keluarga, tokoh masyarakat dan pengurus masjid lokasi Novel ibadah Subuh.

Tak hanya itu, kata Manager, tim investigasi juga sudah bertemu dengan penyelidik Polda Metro Jaya yang menangani kasus Novel. Apalagi, Polda Metro sempat menangkap orang yang diduga pelaku, namun dilepaskan kembali.

"Komnas HAM akan menguatkan investigasi itu. Kami sampaikan ke Pimpinan KPK bahwa ini ujian bangsa, ujian buat KPK dan kepolisian," katanya.

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM lainnya, Hafid Abbas menilai Polri lamban dalam menangani kasus penyerangan terhadap Novel.

Hafid membandingkan penanganan kasus lainnya yang dipegang Polri dengan kasus Novel ini. Menurut dia, Polri bisa cepat mengungkap kasus terorisme dalam hitungan hari setelah bom meledak.

Dia berpendapat seharusnya Presiden Joko Widodo segera turun tangan untuk menuntaskan kasus teror yang melukai kedua mata Novel. Hingga kini Novel masih dirawat di Singapura.

"Ini ada kesan unwilling dan ketidaksungguhan. Komnas HAM menerima banyak aduan. Mereka berharap ada tim secepatnya dibentuk. Kalau Presiden ambil alih maka recovery trust ini akan terbangun," kata dia.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK, Miko Ginting, mendesak Presiden Joko Widodo membentuk tim investigasi independen untuk mengungkap pelaku kasus penyiraman air keras kepada Novel. Tim independen ini dinilai penting karena polisi belum berhasil mengungkap pelaku penyerangan tersebut.
Menurut Miko, pembentukan tim independen juga dapat mendorong pengusutan kasus agar lebih transparan.

"Kami meragukan pengungkapan kasus Novel oleh polisi karena sudah 52 hari tidak juga membuahkan hasil," ujar Miko di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Jakarta.

Ia pun meminta Presiden Jokowi agar segera membentuk tim independen tersebut. Miko mengaku telah mengantongi banyak informasi soal kasus tersebut yang baru akan dibuka jika ada tim investigasi independen.

"Presiden dan KPK harus mengupayakan penyelesaian kasus ini karena semakin ke sini justru ada upaya pengaburan," ucapnya.

Senada, Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK Alghiffari Aqsa mengatakan, terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh polisi.

Diantaranya, ketiadaan sidik jari dicangkir yang digunakan pelaku untuk menyiram air keras ke mata Novel.

"Orang yang ingin menyiram air keras itu butuh tenaga yang besar, pasti memegang cangkirnya erat. Tapi kenapa bisa tidak ada sidik jari, sudah dihilangkan atau seperti apa. Di sini polisi tidak profesional," ujar Alghiffari.

Kejanggalan lain, kata dia, adalah rekaman dalam Closed Circuit Television (CCTV) yang tidak dipublikasikan oleh polisi. Rekaman CCTV itu berasal dari lingkungan tempat tinggal Novel di kawasan Boulevard Kelapa Gading, Jakarta.

Alghiffari membandingkan dengan langkah polisi yang biasa mempublikasikan rekaman CCTV saat menangani suatu tindak pidana.

Padahal, kata Alghiffari dengan dibukanya rekaman CCTV tersebut, dinilai mampu membantu polisi untuk mendapatkan informasi dari masyarakat.

"Sampai sekarang polisi tidak pernah mengungkap CCTV ini. Masyarakat jadi tidak bisa berpartisipasi, wajar saja kalau polisi tidak dapat informasi yang cukup," katanya.

Dia juga menemukan kejanggalan dalam proses penangkapan dua terduga pelaku yang kemudian kembali dilepaskan oleh polisi.

Saat itu polisi beralasan, orang yang ditangkap ini ternyata adalah 'mata elang' atau orang yang bertugas mencari kendaraan yang terkena kredit macet.

Namun Alghiffari meyakini, terduga pelaku tersebut adalah orang yang sama dengan pihak yang sempat dicurigai membuntuti Novel sejak dua pekan sebelum peristiwa penyiraman terjadi.

Hal itu, kata dia, diperoleh dari keterangan sejumlah saksi yang juga melihat orang tersebut berada di sekitar rumah Novel. "Mereka bukan mata elang karena mata elang kerjanya tidak seperti itu. Kami curiga dua orang ini yang sejak awal memang mengintai rumah Novel," tuturnya.

Lebih lanjut Alghiffari menuturkan, polisi saat itu membebaskan terduga pelaku lantaran mereka ternyata tidak ada di lokasi saat peristiwa penyiraman terjadi.

Polisi juga mengklaim telah memverifikasi melalui ponsel terduga untuk mengecek posisi mereka.

Namun, kata Alghiffari, dididuga ada dua tim yang memang berniat menyerang Novel saat itu, yakni tim surveillance atau pengawas dan tim eksekutor. Sehingga wajar jika dua orang terduga pelaku itu beralasan tidak ada di lokasi saat peristiwa itu terjadi karena hanya bertugas untuk mengintai kegiatan Novel.

Tak hanya itu, keterangan penyidik di Polda Metro Jaya dan Mabes Polri juga tidak konsisten. Itu terlihat dari sikap mereka yang awalnya mengaku telah memiliki identitas pelaku namun kemudian berubah.

"Kami kecewa dengan polisi yang sepertinya tidak serius. Jangan-jangan polisi memang ada kesengajaan untuk tidak ungkap kasus ini," ucap Alghifari.

Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal usai menyelesaikan salat subuh di masjid dekat rumahnya di Jakarta Utara 11 April silam.

Siraman air keras itu menyebabkan luka parah pada kedua mata Novel. Kini, Novel masih menjalani perawatan di Singapura.

KPK sebelumnya masih mempertimbangkan usulan pembentukan tim independen tersebut. Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya perlu berkoordinasi terlebih dulu dengan Polda Metro Jaya sebagai pihak yang menangani kasus tersebut.

Sejauh ini, lanjut Febri, KPK telah memiliki tim khusus yang mendampingi Novel selama menjalani perawatan di Singapura. Ia pun menjamin akan bersikap terbuka jika polisi membutuhkan data atau informasi terkait proses penyelidikan kasus tersebut. (Irfan/Red)


HUT SUARAKPK Ke 9 (2018)