Sejumlah Pejabat Kejaksaan Jakarta Barat Diduga Terima Suap Dalam Kasus Korupsi Barang Bukti Robot Trading - SUARAKPK

BERITA HARI INI

Home Top Ad


Penghargaan dari Kedubes Maroko


 

18 Mei 2025

Sejumlah Pejabat Kejaksaan Jakarta Barat Diduga Terima Suap Dalam Kasus Korupsi Barang Bukti Robot Trading

JAKARTA, suarakpk.com – Sidang lanjutan kasus korupsi pengembalian barang bukti senilai Rp 23,9 miliar dalam perkara investasi bodong Robot Trading Fahrenheit kembali digelar di Gedung Subekti, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2025). Agenda sidang hari ini adalah pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari dua terdakwa, Bonifasius Gunung dan Oktavianus Setiawan.

Namun di luar dugaan, kedua terdakwa melalui penasihat hukumnya menyatakan tidak jadi mengajukan eksepsi terhadap dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sementara terdakwa Azam Akhmad Akhsya pada persidangan sebelumnya dengan tegas telah menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi dan siap melanjutkan ke pokok perkara.

"Kami tidak mengajukan eksepsi dan siap menghadapi pemeriksaan pokok perkara," ujar kuasa hukum Bonifasius di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Sunoto, S.H., M.H., dengan anggota Denni Arsan, S.H., M.H., dan hakim ad hoc Mulyono Dwi Purwanto, S.H.

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh kuasa hukum Oktavianus Setiawan. Kedua pengacara korban tersebut didakwa terlibat dalam manipulasi pengembalian barang bukti kasus Robot Trading Fahrenheit yang dilakukan bersama terdakwa Azam Akhmad Akhsya.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam sidang perdana pada 8 April 2025, JPU membacakan dakwaan yang menyatakan bahwa Azam, yang saat itu menjabat sebagai Kasubsi Penuntutan, Eksekusi dan Eksaminasi pada Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, telah memanipulasi pengembalian barang bukti nomor 1611 sampai 1641 senilai total Rp 88,7 miliar yang seharusnya dibagikan kepada 1.449 korban investasi bodong.

Berdasarkan dakwaan, manipulasi pertama dilakukan terhadap pengacara Bonifasius Gunung yang mewakili 68 korban. Terdakwa Azam memaksa Bonifasius untuk mengubah jumlah pengembalian dari yang seharusnya Rp 39,35 miliar menjadi Rp 49,35 miliar. Dari kelebihan Rp 10 miliar tersebut, terdakwa Azam mendapatkan bagian Rp 3 miliar.

Manipulasi kedua dilakukan bersama pengacara Oktavianus Setiawan yang mewakili 761 korban dari kelompok Solidaritas Investor Fahrenheit (SIF). Terdakwa dan Oktavianus bersekongkol menciptakan kelompok korban fiktif "Kelompok Bali" yang seolah-olah berjumlah 137 orang dengan nilai kerugian sekitar Rp 80 miliar. Kelompok fiktif ini seolah-olah menerima pengembalian sekitar Rp 17,8 miliar, yang kemudian dibagi dua dengan terdakwa Azam menerima Rp 8,5 miliar.

Manipulasi ketiga dilakukan terhadap pengacara Brian Erik First Anggitya yang mewakili 60 korban dari Jawa Timur. Terdakwa Azam meminta fee sebesar 15% dari jumlah pengembalian yang diterima para korban tersebut, yaitu sekitar Rp 250 juta, namun akhirnya disepakati Rp 200 juta.

Fakta mengejutkan dalam dakwaan adalah bahwa uang hasil korupsi yang diterima oleh Azam tidak hanya digunakan untuk kepentingan pribadi, tetapi juga disetor kepada atasannya di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat. Sebagaimana terungkap dalam dakwaan poin 19, dari total Rp 11,7 miliar yang diterima, terdakwa menyalurkan dana ke sejumlah pejabat Kejaksaan, di antaranya: Hendri Antoro (Kajari Jakarta Barat) sebesar Rp500 juta, Iwan Ginting (mantan Kajari Jakarta Barat) sebesar Rp500 juta, Dody Gazali (Plh. Kasi Pidum/Kasi BB) sebesar Rp300 juta, Sunarto (mantan Kasi Pidum) sebesar Rp450 juta, M. Adib Adam (Kasi Pidum) sebesar Rp300 juta, Baroto (Kasubsi Pratut) sebesar Rp200 juta, Beberapa staf kejaksaan lainnya sebesar Rp150 juta.

Sisa dari uang tersebut digunakan terdakwa untuk berbagai keperluan pribadi, termasuk membeli asuransi senilai Rp 2 miliar, deposito Rp 2 miliar, dan membeli tanah dan bangunan rumah senilai Rp 3 miliar.

Menurut dakwaan, perbuatan terdakwa Azam menerima uang sekitar Rp 11,7 miliar bertentangan dengan sejumlah ketentuan hukum, termasuk Pasal 46 ayat (2) dan Pasal 194 KUHAP tentang pengembalian barang bukti, serta Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Usai menerima pernyataan para terdakwa, ketua majelis hakim Sunoto menyatakan sidang berikutnya adalah pembuktian dengan agenda pemeriksaan saksi.

"Sidang ditunda hingga Kamis, 22 Mei 2025. JPU diinstruksikan untuk menghadirkan saksi-saksi pada persidangan mendatang," ujar Sunoto sebelum mengetuk palu sidang.

Atas perbuatannya, terdakwa Azam diancam dengan dakwaan primair Pasal 12 huruf e UU Tipikor dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda minimal Rp 200 juta. Sementara terdakwa Bonifasius dan Oktavianus didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) UU Tipikor dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp250 juta.

Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyeret pejabat tinggi di lingkungan Kejaksaan dan menambah daftar panjang penyimpangan perilaku dalam penegakan hukum di Indonesia. Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah aparat penegak hukum telah terseret kasus korupsi, termasuk trio hakim yang ditahan Kejaksaan Agung terkait kasus suap pemberian fasilitas ekspor minyak sawit, serta kasus Ronald Tanur yang menyeret tiga hakim senior yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Anindio. (Arief/Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUT SUARAKPK Ke 9 (2018)