Pengamat Dan Tokoh Nasional : Bubarkan KPK, Perkuat Polri Dan Kejaksaan - SUARAKPK

BERITA HARI INI

Home Top Ad


Penghargaan dari Kedubes Maroko


 

20 September 2019

Pengamat Dan Tokoh Nasional : Bubarkan KPK, Perkuat Polri Dan Kejaksaan







JAKARTA, suarakpk.com – Massa yang menamakan diri Koalisi Masyarakat Anti Korupsi belum berapa lama ini, Rabu (18/9) menuntut Wadah Pegawai KPK dibubarkan. Tuntutan tersebut disuarakan di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) di Kuningan, Jakarta Selatan. Mereka menilai Wadah Pegawai KPK telah menentang konstitusi karena menolak pengesahan Revisi UU KPK. Dan menurut mereka pelemahan KPK justru datang dari Wadah Pegawai KPK itu.
"Bubarkan Wadah Pegawai KPK karena upaya pelamahan justru datang dari internal KPK sendiri," ujar Syarifudin Budiman, salah satu orator dalam unjuk rasa itu.
Tidak sepatutnya mereka, lanjut Syarifudin, membangun konsolidasi dalam gedung ini, gedung yang dibuat dengan uang negara.
Selain menuntut pembubaran KPK, para demonstran juga menuntut Presiden Joko Widodo mempercepat pelantikan lima komisioner KPK yang baru.
Sebelumnya, Wadah Pegawai KPK menggelar aksi berkabung di depan gedung KPK pada Selasa malam. Aksi berkubung itu sebagai pernyataan kekecewaan pegawai KPK yang tergabung dalam wadah itu atas disahkannya revisi UU KPK oleh DPR RI. Mereka menilai, revisi tersebut merupakan awal agenda pelemahan KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Senada dengan demonstran, sebelumnya, Rabu (18/9/2019), Pengamat politik Ray Rangkuti, menilai sebaiknya KPK ditiadakan setelah Undang-Undang (UU) KPK hasil revisi disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menurutnya, tujuh poin perubahan dalam UU KPK hasil revisi itu tidak ada yang lebih mendorong penguatan lembaga antirasuah.
"Dengan desain seperti saat ini, sebaiknya KPK ditiadakan. Tujuh poin hasil UU ini, tak ada yang lebih mendorong KPK untuk lebih kuat dalam menegakkan hukum bagi para koruptor," ujar Ray.
Memang, kata dia, tidak semua kewenangan istimewa KPK dicabut. Tapi dibuat rumit, penuh birokrasi dan tumpang tindih. Batasan kasus dua tahun dan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) juga membuat kesinambungan untuk melakukan penyidikan atas satu kasus bisa terhenti.
Dalam UU KPK hasil revisi, lanjutnya, seseorang yang kasusnya telah ditangani sampai dua tahun tapi tak juga naik ke penuntutan maka akan ada alasan mendasar yang kuat untuk meminta kasusnya dihentikan. Sehingga Ray Rangkuti menegaskan tak jelas dasar dari aturan SP3 ini.
"Jika SP3 diberikan kepada yang telah meninggal dunia, atau mereka yang sakit yang tidak dapat lagi diharapkan sembuhnya masih dapat dipahami, tapi SP3 karena batas waktu itu aneh bin ajaib," ujarnya.
Sementara, menanggapi itu, Mantan Ketua DPR dari Partai Demokrat, Marzuki Alie menyarankan agar lembaga anti rasuah tersebut ditiadakan saja. Sementara tugas pemberantasan korupsi dikembalikan ke Kepolisi dan Kejaksaan.
"Kalau sudah bagian dari Pemerintah, saya sarankan lebih baik tidak usah ada KPK, toh sudah ada Polisi dan Jaksa," tulis Marzuki melalui akun twitter @marzukialie_MA.
Lebih lanjut, supaya pelaksanaan pemberantasan korupsi lebih maksimal di tangan Kepolisi dan Kejaksaan, Marzuki menyarankan agar gaji pegawai kedua lembaga tersebut dinaikkan. 
"Berikan gaji tinggi, artinya disamping gaji sebagai ASN juga tambahan gaji khusus tipikor. Yakin Polri dan Jaksa juga bisa," kata Marzuki. 
Sementara, terkait pernyataan sikap wadah pegawai yang melakukan unjuk rasa termasuk soal penolakan pada pimpinan baru KPK, Pakar Hukum Tata Negara Muhammad Rullyandi menilai hal ini adalah hal yang sangat berani dan tidak tertib administrasi. Dikatakan Rully, bahwa keberadaan wadah pegawai dalam upaya mempertahankan independensi pegawai KPK, tidak beralasan. 
Rully menegaskan bahwa pegawai di lembaga negara justru harus mengedepankan sikap tertib birokrasi dan jangan masuk mengintervensi ke ranah yang sangat politis. Ini preseden bahaya, bisa-bisa semua lembaga seperti itu kan bisa kacau.
“Kita ini bicara mengurus negara, bukan serikat pegawai melawan korporat. Sekali lagi, menurut saya wadah pegawai ini harusnya dibubarkan. Wadah pegawai juga sudah overlapping mengurusi hal yang bukan urusannya. Memaksakan intervensi ke ranah yang sangat politis," katanya
Dia juga menilai wadah pegawai yang saat ini ada di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak relevan dengan nomenklatur KPK sebagai lembaga negara.
"Harusnya wadah pegawai ini memang dibubarkan. Terlebih pascadisahkan Revisi Undang-Undang KPK karena tidak sesuai dengan nomenklatur lembaga negara saat ini," kata Rully dalam Diskusi Opini Live yang diselenggarakan Radio MNC Trijaya, di D'Consulate, Jakarta, Rabu (18/9).
Menurutnya, KPK saat ini merupakan lembaga negara yang masuk dalam rumpun eksekutif. Pegawainya berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) sehingga bentuk wadah pegawai tidak relevan. 
"Wadah pegawai itu cocoknya di perusahaan. Keberadaan wadah pegawai ini bisa dibilang tidak tertib dalam konteks kelembagaan," katanya.
Sistem kepegawaian KPK, lanjut Rully, tak hanya diisi oleh jabatan-jabatan penyidik yang memerlukan catatan sikap independen. Di KPK juga terdapat staf-staf yang sifatnya administratif dan dengan menjadikannya ASN maka justru akan memperjelas posisi dan statusnya. (team/red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUT SUARAKPK Ke 9 (2018)