SEMARANG,
suarakpk - Kata orang, bahwa keterbatasan membuat orang
semakin kreatif. Sebab kebanyakan keterbatasan membuat orang terpecut melakukan
apapun yang dijalani dengan maksimal. Keterbatasan tak ubahnya situasi yang
dibuat Tuhan untuk membuat kita lebih berjuang. Jika berhasil melewati
keterbatasan itu, buah perjuangan yang kita dapatkan akan lebih berkesan. Kutipan
tersebut mungkin cocok untuk desa desa di seluruh indonesia, bagaimana
tidak, terbatasnya infrastruktur yang mendukung pengembangan desa dan SDM yang
kurang mumpuni membuat desa perekonomian desa jalan di tempat. Bahkan dapat dikatakan bahwa
tingkat urbanisasi semakin tinggi dan membuat desa kehilangan SDM
berkualitasnya.
Namun dengan hadirnya Sekolah Manajemen BUMDes, diharapkan
dapat menyelesaikan persoalan kebutuhan dasar warga, dengan mengoptimalkan
potensi sumber daya ekonomi (simpan pinjam, pertanian, peternakan, perikanan,
wisata, sewa industri kecil dan lain-lain) bahkan membuat warganya tetap berada
di desa untuk ikut membangun kemajuan desa.
Bagaimana caranya? tentu semua dimulai dengan
langkah kecil dulu, seperti, membahas mengenai filosofi BUM, tata
kelola BUMDes, lalu
dilanjutkan dengan membahas tentang pemetaan potensi desan dan pemilihan jenis
usaha BUMDes serta
faktor eksternal dan internal yang dapat mendukung suatu usaha maupun
hambatannya. Tentu saja revitalisasi potensi desa harus dilakukan dan secara kontinyu, agar
penduduk desa lebih bersemangat mengasah jiwa kewirausahaannya untuk
kemudian mampu memberikan nilai tambah bagi pembangunan desanya.
Diharapkan
dengan adanya pelatihan seperti ini, sedikit demi sedikit membuat potensi desa
dapat dimaksimalkan bahkan dapat menjadi menyelesaikan beberapa masalah
mendasar seperti meningkatkan lapangan pekerjaan, menekan angka urbanisasi dan
meningkatkan kesejahteraan serta kualitas hidup masyarakat Desa. Semoga lebih
banyak desa yang dapat bergabung untuk menjadi teladan bagi desa lain.
Pendampingan Bumdes saat
ini perlu bergeser dari pembentukan ke penguatan, dan bahkan dalam beberapa
kasus perlu dan kudu Penyehatan. Menurut data Kemendes PDTT saat ini, dari
puluhan ribu Bumdes yang sudah terbentuk, sebagian besar masih jalan di
tempat demikian dikatakan oleh Master Trainer BUMDes dan Consultig Coach Bisnis
Autopilot, Sunoto,S.Pd.SD.
Menurutnya, Apabila
Bumdes setelah terbentuk dua atau tiga tahun masih jalan di tempat , maka pasti
ada yang salah.
“Apa itu ? Temuan kita
90% adalah pada pemetaan potensi dan pemilihan usaha yang kurang tepat. BUM
Desa adalah bentuk usaha yang khusus, perlu pendekatan dan metodologi khusus.
Tidak hanya memakai apa yang sudah ada untuk Badan Usaha pada umumnya.” Tutur Sunoto,
kemarin Senin (3/12) dalam sebuah diskusi bersama redaksi suarakpk di sebuah
Rumah Makan yang terletak di Alun-Alun lama Ungaran.
Dijelaskan oleh Sunoto,
bahwa BUM Desa perlu dipahami dalam konteks organisasi hybrid, yaitu memiliki
fungsi badan usaha, dan juga memiliki kharakteristik sosial, bahkan di
belakangnya ada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Tanpa memetakan konteks
secara matang, yang kami sebut Pemetaan 7 Bentang, yaitu mencakup Landscape
(bentang alam) dan life scape (bentang hidup) maka hadirnya BUM Desa sangat
beresiko layu sebelum berkembang. Inilah perlunya aliansi ABCGFM untuk
menguatkan dan menyehatkan Bumdes Bumdes di seluruh Indonesia. Semakin hari
Bumdes semakin bertambah, sehingga tugas berat ini perlu dibagi dan jalan
bersama. Untuk kebaikan Bangsa dengan Memandirikan Desa" ujarnya.
Diungkap oleh Sunoto, bahwa Badan
usaha milik desa (atau
diakronimkan menjadi Bumdes)
merupakan usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah
Desa, dan berbadan hukum. Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan
Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa.
“Pembentukan Badan Usaha Milik Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa. Kepengurusan Badan Usaha
Milik Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan masyarakat desa setempat.” jelasnya.
Sosok muda energik, Sunoto mengatakan terkait dengan Permodalan
Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari Pemerintah Desa, tabungan masyarakat,
bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota,
pinjaman, atau penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas
dasar saling menguntungkan.
“Badan Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman, yang dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD.” urainya.
Alokasi Dana Desa lanjutnya, adalah dana yang dialokasikan
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota.
“Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat
APB Desa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan
disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD, yang ditetapkan dengan
Peraturan Desa.” imbuhnya.
Diungkapkan Sunoto, bahwa Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, memasuki Juli 2018 yang lalu, telah
mengumumkan jumlah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di seluruh Indonesia mencapai
35 ribu dari 74.910 desa di seluruh bumi nusantara. Jumlah itu lima kali lipat
dari target Kementerian Desa yang hanya mematok 5000 BUMDes. Apakah itu berarti
kekuatan BUMDes sudah siap menjadi kekuatan ekonomi raksasa di Indonesia?
“Masalahnya, hingga sampai saat ini, berbagai
data menyebut bahwa sebagian besar BUMDes masih sebatas berdiri dan belum
memiliki aktivitas usaha yang menghasilkan. Sebagian lagi malah layu sebelum
berkembang karena masih ‘sedikitnya’ pemahaman BUDMdes pada sebagian besar
kepala desa.” ungkapnya.
Dirinya menjelaskan beragam masalah yang
membuat ribuan BUMDes belum tumbuh sebagaimana harapan. “Pertama, karena wacana
BUMDes bagi banyak desa baru masih seumur jagung terutama sejak disahkannya UU
Desa No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Sejak saat itu pemerintah lalu menggenjot
isu pendirian BUMDes di seluruh desa di penjuru nusantara. Ini membuat
Kementerian Desa menjadi salah satu Kementerian yang paling sibuk keliling
seluruh pelosok negeri demi sosialisasi jabang bayi bernama BUMDes ini. Kedua,
selama bertahun-tahun desa adalah struktur pemerintahan yang berjalan atas
dasar instruksi dari lembaga di atasnya. Hampir semua yang diurus Kepala
Desa dan pasukan perangkatnya berpusat pada masalah administrasi.” ujar Sunoto.
Menurutnya, Kalaupun desa mendapatkan porsi
membangun, anggaran yang mengucur boleh dikatakan sebagai ‘sisanya-sisa’. Maka
lahirnya UU Desa membuat Kepala Desa dan jajaran-nya membutuhkan waktu untuk
mempelajari Undang undang dan berbagai peran dan tanggung jawab baru berkaitan
dengan datangnya BUMDes di desanya. Pengesahan UU Desa adalah titik balik
sejarah bagi desa di Indonesia. Desa yang selama ini hidup hanya sebagai obyek
dan dianggap hanya cukup menjalankan instruksi saja, berubah total.
“Ini menjadi PR besar bukan hanya Kementerian
Desa untuk bisa menjelaskan BUMDes kepada seluruh desa di seluruh nusantara.
Tetapi juga tantangan besar bagi para kepala desa di berbagai pelosok negeri
untuk memahami dan menjalankannya.Bukan hanya dalam masalah merumuskan
bagaimana dirinya akan membangun, desa juga memiliki wewenang sepenuhnya
mengelola Dana Desa untuk mewujudkan kesejahteraan desa. Bukan main-main, dana
desa langsung ditransfer dari rekening APBN ke desa sehingga kini anggaran
untuk desa tidak perlu lagi ‘mampir’ ke berbagai pos dan tercecer-cecer di
jalan.” tambah sosok Ayah dua anak ini.
Sunoto menegaskana, Jumlah dana desa juga
bukan angka kecil, dalam empat tahun ini negara telah menggelontoran Rp. 187
triliun. Tahun 2018 ini, Dana Desa dianggarka Rp. 60 triliun dan direncanakan
bakal naik pada 2019.
“Ini adalah anggaran paling besar yang
digelontorkan langsung ke desa sepanjang sejarah kekuasaan negeri ini.
Jaman perubahan benar-benar datang ke desa. Dilindungi oleh Undang Undang,
dipersenjatai beragai keputusan pemerintah pendukung UU dan dilengkapi amunisi
berupa dana desa yang cukup besar, desa mulai merubah nasibnya.” tegasnya.
Lebih lanjut, Sunoto
meyakinkan, pentingnya tentang Pendampingan Bumdes, menuju Satu Kabupaten Satu
Sekolah Manajemen Bumdes.
“Satu Kabupaten Satu
konsultan Satu Master Trainer dan Satu Percontohan Bumdes.” katanya.
Sunoto, menambahkan, sehubungan
dengan program 2019, 1 Kabupaten 1sekolah bumdes yang direncanakan, dan akan
kebutuhan personil trainer di setiap kabupten yang harus tersedia.
“maka bersama ini kami
bermaksud mengajak anda untuk bergabung dalam kelas Training For Trainer
Pendamping Bumdes, tempat Semarang (tentative), mulai tanggal 28, 29 dan 30 Desember 2018.” jelasnya. (001/red)
bagus sekali pak sunoto. bisa diusulkan ke kemendesa pdtt.
BalasHapus