JAKARTA, suarakpk.com – Kasus kematian wartawan senior Abdullah
Fithri Setiawan alias Dufi mengundang reaksi keras dari berbagai pihak. Tak
terkecuali reaksi datang dari wadah persatuan solidaritas sembilan organisasi
pers di tanah air yang tergabung dalam Sekretariat Bersama (Sekber) Pers
Indonesia. Sekber Pers Indonesia secara tegas mengecam keras tindak kekerasan
yang dilakukan pelaku terhadap almarhum Dufi. Dan hal tersebut semakin menambah
daftar panjang wartawan Indonesia menjadi korban kekerasan. Sejak kasus
pembunuhan wartawan Bernas Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin yang hingga kini
belum juga terungkap pelakunya, kini kejadian serupa kembali terjadi. Dufi
dibunuh secara keji dan sadis, jenasahnya dimasukan ke dalam drum setelah
dianiaya dengan luka sayatan di bagian leher dan punggung, serta luka lebam di
tubuh bagian depan dan belakang.
Kasus ini pun Sekber Pers
Indonesia menyatakan berbela-sungkawa yang mendalam atas tewasnya almarhum
Dufi.
“Polisi harus segera bergerak
cepat, memburu dan menangkap pelaku pembunuhan keji itu. Juga, harus diungkap
tuntas motif di balik kejadian tersebut, dan harus dikenakan sanksi maksimal
sesuai hukum yang berlaku," ujar Wilson Lalengke, Ketua Sekber Pers
Indonesia kemarin senin (19/11) melalui siaran persnya yang diterima redaksi
suarakpk.com.
Wilson dalam siaran persnya, menilai
bahwa kekerasan terhadap wartawan harus segera dihentikan. Perlindungan
terhadap wartawan sebagai jaminan atas kemerdekaan pers yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, seharusnya menjadi
tanggung-jawab Dewan Pers.
"Sekber Pers Indonesia menilai
Dewan Pers telah gagal menjalankan fungsinya untuk menjamin kemerdekaan pers,
karena hingga kini kekerasan terhadap wartawan terus terjadi di negeri
ini," tegas Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson .
Dikatakannya, bahawa sebagai
tindak-lanjut atas peristiwa kekerasan dan kriminalisasi terhadap pers
Indonesia, Sekber Pers Indonesia dijadwalkan akan membawa semua permasalahan
pers Indonesia tersebut kepada Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat melalui
anggota DPR dari fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco. "Kita akan meminta
DPR RI untuk segera melakukan RDP, mengundang semua pihak terkait untuk
membahas masalah Pers Indonesia yang sedang sakit ini. Kriminalisasi dan
kekerasan terhadap wartawan harus dihentikan!" tegas Wilson yang juga Ketua
Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia.
Sementara, Penasehat Hukum
Sekber Pers Indonesia, Dolfie Rompas, S.Sos,SH,MH juga menyampaikan duka-cita
atas peristiwa yang dialami wartawan Dufi. Diungkapkan oleh Rompas, bahwa kematian
almarhum Dufi memiliki benang merah dengan seluruh sepak terjang Dewan Pers
yang selama ini tidak mampu memberikan perlindungan terhadap insan pers.
“Dewan Pers tidak menunjukkan
kinerja yang jelas untuk melindungi wartawan Indonesia, sehingga terlihat tidak
ada perlindungan hukum terhadap wartawan Indonesia.” ujarnya.
Rompas menilai, bahwa Dewan Pers terkesan melindungi para pihak
yang merasa dirugikan oleh pemberitaan.
“dan itu berdampak pada semakin beraninya para oknum terkait
melakukan aksi kekerasan terhadap wartawan sebagai reaksi atas pemberitaan yang
dianggap merugikan tersebut,” urai Rompas.
Dirinya mengukapkan bahwa kinerja Dewan Pers terkesan melalukan
pembiaran terhadap berbagai kasus kekerasan terhadap wartawan di Indonesia.
Tindakan hukum yang setimpal atas perlakuan kekerasan terhadap wartawan hampir
tidak pernah ada.
“Seharusnya Dewan Pers berperan
aktif menyuarakan perlawanan terhadap kekerasan terhadap wartawan, karena
perlakuan tidak beradab itu sangat berdampak buruk terhadap pengembangan
kemerdekaan pers di Indonesia,” imbuh Rompas.
Untuk diketahui bersama, bahwa berdasarkan
catatan Committee to Protect Journalist (CJP), ada 11 wartawan di Indonesia
yang terbunuh antara tahun 1996 – 2012. Dan kematian Dufi menambah catatan
kematian wartawan di Indonesia akibat kekerasan menjadi 13 wartawan, setelah
kasus kematian wartawan Muhammad Yusuf dalam sel tahanan di Kalimantan Selatan,
pada 10 Juni 2018 lalu. (Team/Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar