Ket.Foto : Sri Sultan HB X
YOGYAKARTA, suarakpk.com - Pemerintah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2018 mendapatkan dana Penyesuaian dan
Otonomi Khusus (Dana Keistimewaan) sebesar Rp.1,037 Trilyun yang diakomodasi
dalam APBD 2018. Dengan besarnya anggaran Keistimewaan tersebut oleh Ketua
Fraksi PAN DPRD Prov.DIY, Suharwanta,ST diharapkan dapat dimaknai sebagai
peluang Pemerintah DIY untuk mengakselerasikan kemajuan pembangunan dengan melakukan
evaluasi terhadap keberadaan Dana Keistimewaan, khususnya atas kekurangan dan
kelemahan yang ditemui selama adanya ini.
“Dana Keistimewaan tersebut haruslah dimaknai sebagai peluang Pemda DIY
untuk mengakselerasi kemajuan pembangunan di DIY, mulai dari perencanaan sampai
dengan pelaporannya. Terhadap kekurangan dan kelemahan yang ditemui selama
adanya ini perlu dilakukan inovasi dan perbaikan-perbaikan agar keberadaan Dana
Keistimewaan semakin bermanfaat secara kuantitatif maupun kualitatif.” kata
Suharwanto.
Menurut Suharwanto dalam pendapat akhir Fraksi
Partai Amanat Nasional terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2018
belum berapa lama ini, kamis (30/11), Alokasi Danais 2018 dianggarkan untuk
kewenangan urusan Tata Ruang dan Kebudayaan, kurang lebih senilai Rp.900 M.
“Terlepas dari program kegiatan Danais untuk 2
kewenangan istimewa tersebut, Fraksi PAN mendorong agar Eksekutif secara cepat
dan sungguh-sungguh merumuskan pola dan kebijakan dasar yang benar-benar
efektif dalam penggunaan Danais untuk peningkatan kesejahteraan rakyat DIY, dengan
melibatkan seluas mungkin stakeholder di DIY dalam perencanaan Dana
Keistimewaan termasuk di dalamnya keterlibatan DPRD DIY.” ungkapnya.
Lebih lanjut, Suharwanto menjelaskan bahwa Alokasi
Danais dialokasikan pada urusan kebudayaan sebesar Rp.406,6 Milyar dan urusan
Tata Ruang sebesar Rp.556,4 Milyar. “Karena DPRD tidak ikut membahas secara
detail usulan kegiatan yang di ajukan Pemerintah Daerah DY maka FPAN meminta
agar dalam pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan secara transparan, akuntabel
dan efisien. Sesuai dengan tujuan Undang – Undang Keistimewaan DIY yakni untuk
peningkatan kesejahteraan rakyat DIY. DPRD perlu mengawasi agar pelaksanaan
keistimewaan sesuai dengan undang-undang.” pinta Suharwanto.
Terpisah, penggiat budaya Yogyakarta yang
mengatasnamakan Pejuang Khalifatullah untuk Islah berharap Sultan HB X untuk
lebih transparan dalam penggunaan Danais yang bersumber dari Dana APBN
Pemerintah Republik Indonesia, dirinya berharap Sultan HB X tidak mengelabuhi
rakyat dengan dua nama yang berbeda dan posisi kedudukannya saat ini, agar
tidak terjadi penyalahgunaan dikemudian hari atau dalam penggunaan anggaran
tersebut bisa batal demi hukum dengan berkewajiban mengembalikan uang Rakyat
Indonesia.
“dengan besarnya Danais tersebut, kami sangat
berharap Sultan HB X untuk lebih transparan dan arif bijaksana dalam penggunan
anggaran dari APBN, serta lebih fokus memikirkan kesejahteraan rakyat
Yogyakarta, agar kedepan tidak muncul persoalan baru dalam sejarah budaya di
Yogyakarta. Apalagi hingga bisa batal demi hukum dan harus menggembalikan ke
kas Negara Republik Indonesia.” katanya kepada suarakpk.com kemarin
jumat malam, (12/1/2018) di Yogyakarta.
Ditambahkan,
Danais bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat jogjakarta, serta mengurangi
angka kemiskinan dan mengoptimalkan daya saing kompetensi ekonomi global.
“Dan sebetulnya
Danais harus lebih berintegrasi pembangunan daerah jangka panjang, mengingat DIY
tidak pernah berganti kepala daerahnya (gubernurnya) dibandingkan propinsi
lain, yang setiap lima tahun terjadi pergantian kepala daerah.” terangnya.
Selain itu,
Pejuang Khalifatullah untuk Islah meminta kepada Sultan HB X untuk bisa lebih memberdayakan
masyarakat ekonomi lemah menuju kehidupan sejahtera, pasalnya pemberdayaan
masyarakat ekonomi lemah menuju kehidupan sejahtera telah berlangsung sejak
Sultan Hamengkubuwuno ke satu secara turun temurun bahkan ketika Sultan
Hamengkubuwono Sembilan bertahta mewariskan bukti fisik pemberdayaan dengan
“Prasasti Sri Manganti di dalam Kraton”.
Menurut Pejuang Khalifatullah untuk Islah atas terjadinya
berbagai bencana merupakan akibat “pembiaran” terhadap ulah oknum perusak
kelestarian alam dengan melanggar “amdal” (analisis mengenai dampak lingkungan)
sehingga banyak korban jiwa, merupakan bukti nyata “newspeak” internal kraton,
diskriminasi dan penataan setelah dikeluarkannya “Sabdaraja”.
“Sabdaraja pada Kamis Wage 30 April 2015, Dhawuh
Raja pada Selasa Wage, 5 Mei 2015 dan Sabda Jejering Raja pada Kamis Wage, 31
Desember 2015, merupakan upaya untuk menghapus “Istimewa” bagi Yogyakarta
melalui jalur hukum, karena secara historis, fakta sejarah membuktikan bahwa
Jogja Istimewa tak terbantahkan, sehingga Jogja Istimewa tetap lestari.”
jelasnya.
Dirinyapun menilai ada empat pelanggaran akibat
Sabdaraja, Dhawuh Raja dan Sabda Jejering Raja yaitu pertama, menyalahi “Paugeran”
di Kasultanan Mataram Islam Ngayogyakarta Hadiningrat yang telah berlaku
secara turun temurun sejak Sultan Hamengkubuwono Satu sampai Sembilan. Kedua,
Pelecehan terhadap Islam dan kaum Muslimin. Ketiga, melanggar
Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU-NKRI) khususnya UU No. 13
tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta (UUK-DIY). Keempat, pengkhianatan
terhadap perjuangan panjang dan pengorbanan rakyat DIY untuk memperoleh UUK-DIY.
Masyarakat butuh keterangan resmi kebenaran opini
yang berkembang bahwa Newspeak “internal Kraton”, dipahami sebagai “mangro
tingal” (sikap mendua), di satu sisi memisahkan Kasultanan Ngayogyakarta dengan
NKRI pada sisi lain tetap bergabung dengan NKRI. Pengusiran, Perampasan dan
Ancaman terhadap hak hidup rakyat kecil dilakukan dengan Newspeak “penataan”
untuk melestarikan kemiskinan. Newspeak “diskriminasi” diputuskan melalui jalur
hukum dalam Sidang Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Nomor: 88/PUU-XIV/2016
tanggal,31 Agustus 2017.
Pejuang Khalifatullah untuk Islah mengaku
senantiasa menjunjung tinggi budaya adiluhung Kasultanan Mataram Islam
Ngayogyakarta Hadiningrat dan sangat menghormati Sultan yang bertahta.
“Dengan sikap santun,kami telah mengeluarkan
“maklumat Kamis Pon tanggal, 28 April 2016” untuk Ngarsa Dalem Sultan
Hamengkubuwono X, Umat Islam dimanapun berada dan masyarakat Daerah Istimewa
Yogyakarta agar segera kembali menegakkan “Paugeran” sebagai Hukum Positif dan
tunduk patuh pada undang-undang NKRI yang berlaku di Indonesia sebagai Negara
Hukum.” pintanya.
Rakyat kecil warga DIY tetap semangat bekerja keras
penuh tanggungjawab menunaikan tugas pokok yang menjadi wewenang dan kewajiban
hidup sesuai bidang keahlian masing-masing kemudian “tawakkal”, sebagai sikap
istiqamah (konsisten) masyarakat awam yang menjadi korban kezaliman oknum
pejabat pengkhianat. Mikul dhuwur mendhem jero (menjunjung tinggi kehormatan
leluhur, mengubur dalam-dalam keburukan atau aib) telah menumbuhkan kesadaran
diri sebagai warga negara yang baik, walaupun dianiaya tetap tulus ikhlas
memberi sumbangan moral dalam menciptakan suasana kondusif bagi kesejahteraan
rakyat, khususnya di tlatah Kasultanan Mataram Islam Ngayogyakarta Hadiningrat.
Menjaga semangat untuk menjunjung tinggi dan melestarikan budaya adiluhung
warisan Sultan yang bertahta sejak dari Sultan Hamengkubuwono I (satu) sampai
IX (Sembilan) dengan “Hamemayu Hayuning Bawono” pungkas Pejuang Khalifatullah
untuk Islah. (tim/DIY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar