Danais Rp.1,037 T, Sultan HB X Diminta Kembali Ke "Paugeran" - SUARAKPK

BERITA HARI INI

Home Top Ad


Iklan BUMN



Penghargaan dari Kedubes Maroko


 

13 Januari 2018

Danais Rp.1,037 T, Sultan HB X Diminta Kembali Ke "Paugeran"





Ket.Foto : Sri Sultan HB X
YOGYAKARTA, suarakpk.com - Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2018 mendapatkan dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus (Dana Keistimewaan) sebesar Rp.1,037 Trilyun yang diakomodasi dalam APBD 2018. Dengan besarnya anggaran Keistimewaan tersebut oleh Ketua Fraksi PAN DPRD Prov.DIY, Suharwanta,ST diharapkan dapat dimaknai sebagai peluang Pemerintah DIY untuk mengakselerasikan kemajuan pembangunan dengan melakukan evaluasi terhadap keberadaan Dana Keistimewaan, khususnya atas kekurangan dan kelemahan yang ditemui selama adanya ini.
“Dana Keistimewaan tersebut haruslah dimaknai sebagai peluang Pemda DIY untuk mengakselerasi kemajuan pembangunan di DIY, mulai dari perencanaan sampai dengan pelaporannya. Terhadap kekurangan dan kelemahan yang ditemui selama adanya ini perlu dilakukan inovasi dan perbaikan-perbaikan agar keberadaan Dana Keistimewaan semakin bermanfaat secara kuantitatif maupun kualitatif.” kata Suharwanto.
Menurut Suharwanto dalam pendapat akhir Fraksi Partai Amanat Nasional terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2018 belum berapa lama ini, kamis (30/11), Alokasi Danais 2018 dianggarkan untuk kewenangan urusan Tata Ruang dan Kebudayaan, kurang lebih senilai Rp.900 M.
“Terlepas dari program kegiatan Danais untuk 2 kewenangan istimewa tersebut, Fraksi PAN mendorong agar Eksekutif secara cepat dan sungguh-sungguh merumuskan pola dan kebijakan dasar yang benar-benar efektif dalam penggunaan Danais untuk peningkatan kesejahteraan rakyat DIY, dengan melibatkan seluas mungkin stakeholder di DIY dalam perencanaan Dana Keistimewaan termasuk di dalamnya keterlibatan DPRD  DIY.” ungkapnya.
Lebih lanjut, Suharwanto menjelaskan bahwa Alokasi Danais dialokasikan pada urusan kebudayaan sebesar Rp.406,6 Milyar dan urusan Tata Ruang sebesar Rp.556,4 Milyar. “Karena DPRD tidak ikut membahas secara detail usulan kegiatan yang di ajukan Pemerintah Daerah DY maka FPAN meminta agar dalam pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan secara transparan, akuntabel dan efisien. Sesuai dengan tujuan Undang – Undang Keistimewaan DIY yakni untuk peningkatan kesejahteraan rakyat DIY. DPRD perlu mengawasi agar pelaksanaan keistimewaan sesuai dengan undang-undang.” pinta Suharwanto.
Terpisah, penggiat budaya Yogyakarta yang mengatasnamakan Pejuang Khalifatullah untuk Islah berharap Sultan HB X untuk lebih transparan dalam penggunaan Danais yang bersumber dari Dana APBN Pemerintah Republik Indonesia, dirinya berharap Sultan HB X tidak mengelabuhi rakyat dengan dua nama yang berbeda dan posisi kedudukannya saat ini, agar tidak terjadi penyalahgunaan dikemudian hari atau dalam penggunaan anggaran tersebut bisa batal demi hukum dengan berkewajiban mengembalikan uang Rakyat Indonesia.
“dengan besarnya Danais tersebut, kami sangat berharap Sultan HB X untuk lebih transparan dan arif bijaksana dalam penggunan anggaran dari APBN, serta lebih fokus memikirkan kesejahteraan rakyat Yogyakarta, agar kedepan tidak muncul persoalan baru dalam sejarah budaya di Yogyakarta. Apalagi hingga bisa batal demi hukum dan harus menggembalikan ke kas Negara Republik Indonesia.” katanya kepada suarakpk.com kemarin jumat malam, (12/1/2018) di Yogyakarta.
Ditambahkan, Danais bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat jogjakarta, serta mengurangi angka kemiskinan dan mengoptimalkan daya saing kompetensi ekonomi global.
“Dan sebetulnya Danais harus lebih berintegrasi pembangunan daerah jangka panjang, mengingat DIY tidak pernah berganti kepala daerahnya (gubernurnya) dibandingkan propinsi lain, yang setiap lima tahun terjadi pergantian kepala daerah.” terangnya.
Selain itu, Pejuang Khalifatullah untuk Islah meminta kepada Sultan HB X untuk bisa lebih memberdayakan masyarakat ekonomi lemah menuju kehidupan sejahtera, pasalnya  pemberdayaan masyarakat ekonomi lemah menuju kehidupan sejahtera telah berlangsung sejak Sultan Hamengkubuwuno ke satu secara turun temurun bahkan ketika Sultan Hamengkubuwono Sembilan bertahta mewariskan bukti fisik pemberdayaan dengan “Prasasti Sri Manganti di dalam Kraton”.
Menurut Pejuang Khalifatullah untuk Islah atas terjadinya berbagai bencana merupakan akibat “pembiaran” terhadap ulah oknum perusak kelestarian alam dengan melanggar “amdal” (analisis mengenai dampak lingkungan) sehingga banyak korban jiwa, merupakan bukti nyata “newspeak” internal kraton, diskriminasi dan penataan setelah dikeluarkannya “Sabdaraja”.
“Sabdaraja pada Kamis Wage 30 April 2015, Dhawuh Raja pada Selasa Wage, 5 Mei 2015 dan Sabda Jejering Raja pada Kamis Wage, 31 Desember 2015, merupakan upaya untuk menghapus “Istimewa” bagi Yogyakarta melalui jalur hukum, karena secara historis, fakta sejarah membuktikan bahwa Jogja Istimewa tak terbantahkan, sehingga Jogja Istimewa tetap lestari.” jelasnya.
Dirinyapun menilai ada empat pelanggaran akibat Sabdaraja, Dhawuh Raja dan Sabda Jejering Raja yaitu pertama, menyalahi “Paugeran” di Kasultanan Mataram Islam Ngayogyakarta Hadiningrat yang telah berlaku secara turun temurun sejak Sultan Hamengkubuwono Satu sampai Sembilan. Kedua, Pelecehan terhadap Islam dan kaum Muslimin. Ketiga, melanggar Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU-NKRI) khususnya UU No. 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta (UUK-DIY). Keempat, pengkhianatan terhadap perjuangan panjang dan pengorbanan rakyat DIY untuk memperoleh UUK-DIY.
Masyarakat butuh keterangan resmi kebenaran opini yang berkembang bahwa Newspeak “internal Kraton”, dipahami sebagai “mangro tingal” (sikap mendua), di satu sisi memisahkan Kasultanan Ngayogyakarta dengan NKRI pada sisi lain tetap bergabung dengan NKRI. Pengusiran, Perampasan dan Ancaman terhadap hak hidup rakyat kecil dilakukan dengan Newspeak “penataan” untuk melestarikan kemiskinan. Newspeak “diskriminasi” diputuskan melalui jalur hukum dalam Sidang Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Nomor: 88/PUU-XIV/2016 tanggal,31 Agustus 2017.
Pejuang Khalifatullah untuk Islah mengaku senantiasa menjunjung tinggi budaya adiluhung Kasultanan Mataram Islam Ngayogyakarta Hadiningrat dan sangat menghormati Sultan yang bertahta.
“Dengan sikap santun,kami telah mengeluarkan “maklumat Kamis Pon tanggal, 28 April 2016” untuk Ngarsa Dalem Sultan Hamengkubuwono X, Umat Islam dimanapun berada dan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta agar segera kembali menegakkan “Paugeran” sebagai Hukum Positif dan tunduk patuh pada undang-undang NKRI yang berlaku di Indonesia sebagai Negara Hukum.” pintanya.
Rakyat kecil warga DIY tetap semangat bekerja keras penuh tanggungjawab menunaikan tugas pokok yang menjadi wewenang dan kewajiban hidup sesuai bidang keahlian masing-masing kemudian “tawakkal”, sebagai sikap istiqamah (konsisten) masyarakat awam yang menjadi korban kezaliman oknum pejabat pengkhianat. Mikul dhuwur mendhem jero (menjunjung tinggi kehormatan leluhur, mengubur dalam-dalam keburukan atau aib) telah menumbuhkan kesadaran diri sebagai warga negara yang baik, walaupun dianiaya tetap tulus ikhlas memberi sumbangan moral dalam menciptakan suasana kondusif bagi kesejahteraan rakyat, khususnya di tlatah Kasultanan Mataram Islam Ngayogyakarta Hadiningrat. Menjaga semangat untuk menjunjung tinggi dan melestarikan budaya adiluhung warisan Sultan yang bertahta sejak dari Sultan Hamengkubuwono I (satu) sampai IX (Sembilan) dengan “Hamemayu Hayuning Bawono” pungkas Pejuang Khalifatullah untuk Islah. (tim/DIY)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUT SUARAKPK Ke 9 (2018)