Jakarta,
suarakpk.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih
berkomunikasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) melalui
Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Kapolda Metro Jaya) soal
penyerangan Novel Baswedan demikian yang dikatakan Wakil Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif menyatakan pihaknya.
"Tetap
dilangsungkan bahwa Kapolda memimpin langsung upaya pencarian itu. Ya
mudah-mudahan dalam waktu tidak lama lah kami bisa menemukan," kata Syarif
kemarin senin (30/10) di Jakarta, Senin.
Komunikasi
informal sering terjadi antara Kapolri, Wakapolri, dan Kapolda Metro Jaya
terkait perkembangan pengusutan kasus penyerangan Novel pada 11 April 2017 lalu
itu.
"Komunikasi
informal sering sekali terjadi antara Pak Kapolda, Pak Kapolri dan Pak
Wakapolri. Info terakhir tentang Novel, mereka menemukan beberapa clue,
tetapi belum dipresentasikan," ucapnya.
Terkait
apakah diperlukan tim independen untuk mengusut kasus Novel itu, ia menyatakan
bahwa belum menjadi opsi.
"Itu
belum jadi opsi karena dilihat bahwa pihak Polri masih melakukan pekerjaannya.
Menurut mereka kasusnya sulit tetapi mudah-mudahan pelakunya bisa ditemukan,"
demikian Laode M. Syarif.
Senada
dengan Laode, Wakil Pimpinan KPK Saut Situmorang mengaku dirinya telah
menawarkan diri dan kepolisian terbuka untuk kami masuk ke dalam.
"Kepolisian
welcome kita masuk ke dalam, sejauh ini belum ada perubahan (informasi)
yang signifikan. Saya sendiri menawarkan diri untuk masuk tim itu dan Polri
juga welcome, jadi artinya semuanya terbuka kok, kita harus sabar karena
ini kan kejahatan tidak gampang," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di
gedung KPK Jakarta, Senin (30/10).
Sementara kabarkan,
sejumlah mantan pimpinan KPK dan beberapa aktivis mendatangi kantor Komisi
Pemberantasan Korupsi mendorong pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF)
untuk mengungkapkan pelaku kasus penyerangan penyidik senior KPK Novel
Baswedan.
"Maksud
kedatangan kami mantan pimpinan dan beberapa aktivis adalah pertama kami ingin
melakukan komunikasi atau audiensi silaturahim dengan pimpinan KPK sekarang
untuk membicarakan beberapa hal, di antaranya kita ingin mendorong pimpinan KPK
sekarang untuk mengusulkan tim pencari fakta terhadap kasus Novel," kata
Abraham Samad saat tiba di gedung KPK Jakarta, Selasa (31/10).
Menurut
Abraham, KPK mengalami banyak serangan dari berbagai pihak sehingga seluruh
mantan pimpinan KPK juga berkewajiban untuk membantu KPK.
"Ketika
KPK mengalami hal-hal yang terpuruk maka di situ kewajiban (pimpinan) KPK untuk
datang membantu, tidak terbatas kepada pansus tapi apa pun bentuk perlawanan
secara eksternal KPK maka harus menjadi tanggung jawab segenap mantan pimpinan
KPK," tegas Abraham.
Ditambahkannya,
pembentukan TGF didasarkan pada lamanya penanganan kasus novel yang terlihat
tidak ada penuntasan sehingga terkatung-katung.
"Kenapa
(TGPF) ini perlu? Karena setelah waktu begitu lama, kasus Novel tidak ada
penuntasan, dengan kata lain terkatung-katung. Ini bisa mengganggu keberadaan
KPK. Kita berpikiran untuk mengusulkan kepada pimpinan KPK agar mengusulkan ke
presiden pembentukan TGPF," tambah Abraham.
Sedangkan Duta
Baca Najwa Shihab mengatakan sudah 200 hari, sudah lebih dari 6 bulan dan
memang sudah sangat mendesak pembentukan ini, karena teror terhadap Novel Baswedan
ini teror terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Kalau
tidak salah ada 23-24 orang, tapi pada intinya kami merasa sudah 200 hari,
sudah lebih dari 6 bulan dan memang sudah sangat mendesak pembentukan ini
karena teror terhadap Novel Baswedan ini teror terhadap kita semua yang peduli
terhadap pemberantasan korupsi di negeri ini. Jadi sangat urgent untuk
segera dibentuk TGPF ini," tutur Najwa.
Terlihat mantan
pimpinan KPK jilid III yaitu Abraham Samad, Busyro Muqoddas, Bambang Widjojanto,
selain itu juga nampak Sekjen Transparansi Internasional Indonesia Dadang
Trisasongko, peneliti LIPI Mochtar Pabotinggi, aktivis Allisa Wahid, Duta Baca
Najwa Shihab, Direktur Amnesti Internasional di Indonesia Usman Hamid, Direktur
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mantan Koordinator
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar dan
sejumlah tokoh lainnya.
Novel pada
Agustus 2017 lalu sudah melakukan operasi besar yaitu menggunakan gigi sebagai
salah satu obat pengganti kornea mata kiri yang rusak ditambah plastik
artifisial, sedangkan di bagian putih mata akan diganti dengan jaringan gusi.
Seharusnya
pada Oktober ini ia kembali melakukan operasi besar, namun permukaan retinanya
tidak rata. Kondisi bola mata kanan Novel masih baik dengan tekanan 17
sedangkan mata kiri tidak dapat dilakukan tes secara spesifik dan hanya
diperiksa dengan menekan kelopak mata bagian atas karena tertutup gusi, namun
diperkirakan tekanannya sedikit lebih tinggi dari mata kanan.
Dokter
memberikan 2 macam obat tetes mata yang harus diberikan untuk menjaga tekanan
bola mata. (Topan/effie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar