Ket.Foto : Kepala Desa Nusawungu, Kecamatan Nusawungu, Hesty Setyaningsi
CILACAP, suarakpk.com - PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria) adalah pelayanan pendaftaran tanah yang sederhana, mudah, cepat dan murah untuk penerbitan sertifikat/tanda bukti hak atas tanah. Pelaksanaan prona di lapangan yang telah diatur dalam SKB 3 menteri yaitu ; Menteri Desa. Pembanguna Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Mendagri. Dalam pelaksanaanya banyak terjadi penyalahgunaan dengan berbagai alasan dan juga adanya surat edaran dari Gubernur maupun dari kepala daerah. Seperti terjadi di Kabupaten Cilacap, berdasarkan penelusuran tim suarakpk.com di lapangan diperoleh informasi banyak warga peserta prona 2017 mengeluhkan atas pungutan biaya pengurusan yang dikenakan Kepala Desa atasnama panitia, disebutkan biaya pembuatan prona sebesar Rp.500.000,00 per bidang. "Biaya prona limaratus ribu rupiah mas!" ucap warga yang tidak mau disebutkan namanya.
Ketika hal tersebut dikonfirmasikan, Kepala Desa Nusawungu, Kecamatan Nusawungu, Hesty Setyaningsi membenarkan bahwa desanya
di tahun 2017 mendapatkan prona tahap I sebanyak 250 bidang dan sudah selesai
pengukuran. Pada awal pengajuan, kami mengajukan 200 bidang dan belum selesai disuruh tambah 50 bidang lagi dan sekarang pengukurannya sudah selesai.
"Tahun 2017 ini, kami diminta oleh dinas terkait untuk mengajukan program prona, dan kami sudah ajukan 200 bidang yang dipronakan, namun waktu itu belum selesai, sekarang proses pengukurannya sudah selesai. Dan kami dipaksa oleh Dinas terkait untuk
tahap ke dua, saya suruh nambah lagi 50 bidang, tapi belum kami laksanakan,” katanya.
Esti
menjelaskan berdasarkan kesepakatan warga, kami menarik Rp 500.000,- per
bidangnya, dan yang menangani dari peserta sendiri.
Hesty menjelaskan biaya pembuatan sertifikat per bidangnya berdasarkan kesepakatan warga dikenakan sebesar Rp.500.000, dan yang menangani dari peserta sendiri.
"seperti yang sudah saya jelaskan, kami memang mendapatkan Prona 2017 dan berdasarkan kesepakatan warga biaya Administrasi perbidang sebesar Rp.5000.000." ucapnya.
Ketika ditanya tentang kelebihan pungutan biaya pengurusan prona sebagaimana yang menjadi aturan SKB tiga Menteri, Hesty dengan tenang dan cuek mengatakan kelebihan tersebut untuk biaya operasional.
“Itu operasional lah, karena waktu
ukur pas puasa sampai maghrib,” jelas Hesty saat di temui suarakpk.com di kantornya belum berapa lama ini.
Menurutnya, penerikan sebesar itu berdasarkan surat edaran gubernur juga dari bupati memang diperbolehkan, asal berdasarkan kesepakatan masyarakat.
Sedang mengenai rincian penggunaan biaya pembuatan Prona, disebutkan bahwa kades tidak mengetahuinya karena tidak mengurusi pembuatan tersebut.
"Setahu saya untuk beli patok, materai, fotocopy dan sebagainya dan sekedar jerih lelah dan kami tidak menangani." katanya.
Lebih lanjut Hesty menjelaskan bahwa awal dirinya menolak program prona tersebut, "Pada awalnya saya sendiri menolak program tersebut, disebabkan kami takut program tersebut menjadi masalah dan mereka pun bekerja diluar jam kerja sehingga kita perlu kebijaksanaan."
Dijelaskan Hesty, Sejumlah Kepala Desa se Kabupaten Cilacap menolak adanya program prona tersebut, namun masih tetap dipaksakan oleh Dinas terkait agar tetap melaksanakan Prona.
"sebenarnya sejumlah desa se-Cilacap menolak program tersebut, takut kejadian di Surusunda yang ada swadayanya, yang terkena OTT. Namun kami dikumpulkan lagi oleh Dinas terkait diminta kebijaksaannya untuk menyukseskan program tersebut. Akhirnya kami sepakat bahwa kami tidak bisa jalan bila tidak ada operasional. Dari situlah lahirnya payung hukum dari Bupati diperbolehkan asal dengan syarat kesepakatan warga itu sendiri. Dan kami sifatnya hanya melayani saja. Dan itu ada berita acaranya." bebernya.
Terpisah
Ketua Umum Garda Amanah Indonesia, Imam Supaat mengharapkan kepala desa yang
menerima Prona khususnya yang masuk kategori V (jawa dan bali) untuk mengikuti
aturan yang berlaku sesuai dengan SKB Tiga Menteri.
"saya
berharap Kepala Desa di Jawa khususnya tidak membebankan biaya terlalu tinggi
kepada masyarakat untuk prona ini, pasalnya sesuai dengan SKB tiga menteri
bahwa Jawa dan Bali itu masuk kategori V yang hanya dikenakan biaya
Rp.150.000." kata imam saat dihubungi melalui handphonenya.
Imam
pun meminta kepada Kepolisian Resor Cilacap dalam hal ini tim saber pungli dan
atau kejaksaan Negeri Cilacap untuk mengusut dugaan pungutan Prona di Desa
yang telah memungut ratusan kali lipat dari ketentuan oleh
Kepala Desa dan Perangkat atasnama kesepakatan yang keliru. Pungutan yang
melebihi ketentuan tersebut bisa dikategorikan sebagai pungutan liar.
"saya
meminta kepolisian dan atau kejaksaan negeri Cilacap untuk mengusut hal
tersebut. Pasalnya jika ada pungutan yang dibebankan kepada masyarakat tidak
boleh melebihi ketentuan yang sudah ditentukan dalam SKB tiga menteri."
tegasnya.
Imam
juga menuturkan jika kelebihan sebesar Rp.350.000 di Desa Nusawungu, Kecamatan Nusawungu memang nampak
sepele dan sedikit, namun jika nominal tersebut dikalikan sebanyak bidang tanah
yang ikut program prona ini, berapa jumlah yang diperoleh oleh Panitia dan
dikemanakan sisa uang tersebut.
"coba dihitung jika sisa Rp.350.000 x 250 bidang ketemunya Rp.87.500.000, itu untuk satu desa dan dengan selisih hanya Rp.350.000, bagaimana di desa lainnya yang pungutannya lebih dari Rp.500.000,- tentu bisa dibayangkan." jelas imam.
Ditambahkan jika satu desa mendapatkan sisa pungutan sebesar Rp.87.500.000, sedang dikabarkan di cilacap ada 61 Desa yang laksanakan prona tersebut.
"Jika satu desa dengan pungutan sebesar Rp.500.000 saja bisa memperoleh sisa sebesar Rp.87.500.000 jika dikalikan lagi sebenyak 61 Desa ketemunya sebesar Rp.5.337.500.000,- itu jika hanya pungutan sebesar Rp.500.000, lalu bagaimana yang lebih dari itu, sedang biaya sesungguhnya hanya Rp.150.000, biaya tersebut sudah dihitung secara rinci oleh tim dari tiga menteri, dan dijelaskan dari biaya Rp.150.000 itu merupakan untuk biaya pengukuran, patok, materai dan biaya operasional petugas serta panitia pelaksana di desa pelaksana prona." katanya.
Imam juga menyayangkan dugaan adanya keterlibatan pihak kepolisian tingkat polsek yang diduga ikut membackingi seoerang kepala desa seperti yang terjadi di desa Karangpucung.
"saya dengar ada salah satu polsek yang menjadi backing Kepala Desa Karangpucung, yang bernama Heri saat dikonfirmasi oleh wartawan justru mengusirnya dan ini harus di usut tuntas oleh pejabat di atasnya dalam hal ini Kapolres Cilacap, agar memberikan sanksi bahwa Pungutan Liar dalam biaya Administrasi Prona apapun alasannya tidak dibenarkan oleh aturan yang berlaku." tandas Imam.
Dikabarkan, untuk Kabupaten Cilacap sendiri melaksanakan prona di 15 Kecamatan dan 61 Desa seperti di Kecamatan Adipala yakni di Desa Karangbenda, Kecamatan Bantarsari di Desa Binangun, Bulaksari, Cikedondong, Kamulyan dan Kedungwadas, Kecamatan Cilacap Tengah di Desa Kutawaru.
"coba dihitung jika sisa Rp.350.000 x 250 bidang ketemunya Rp.87.500.000, itu untuk satu desa dan dengan selisih hanya Rp.350.000, bagaimana di desa lainnya yang pungutannya lebih dari Rp.500.000,- tentu bisa dibayangkan." jelas imam.
Ditambahkan jika satu desa mendapatkan sisa pungutan sebesar Rp.87.500.000, sedang dikabarkan di cilacap ada 61 Desa yang laksanakan prona tersebut.
"Jika satu desa dengan pungutan sebesar Rp.500.000 saja bisa memperoleh sisa sebesar Rp.87.500.000 jika dikalikan lagi sebenyak 61 Desa ketemunya sebesar Rp.5.337.500.000,- itu jika hanya pungutan sebesar Rp.500.000, lalu bagaimana yang lebih dari itu, sedang biaya sesungguhnya hanya Rp.150.000, biaya tersebut sudah dihitung secara rinci oleh tim dari tiga menteri, dan dijelaskan dari biaya Rp.150.000 itu merupakan untuk biaya pengukuran, patok, materai dan biaya operasional petugas serta panitia pelaksana di desa pelaksana prona." katanya.
Imam juga menyayangkan dugaan adanya keterlibatan pihak kepolisian tingkat polsek yang diduga ikut membackingi seoerang kepala desa seperti yang terjadi di desa Karangpucung.
"saya dengar ada salah satu polsek yang menjadi backing Kepala Desa Karangpucung, yang bernama Heri saat dikonfirmasi oleh wartawan justru mengusirnya dan ini harus di usut tuntas oleh pejabat di atasnya dalam hal ini Kapolres Cilacap, agar memberikan sanksi bahwa Pungutan Liar dalam biaya Administrasi Prona apapun alasannya tidak dibenarkan oleh aturan yang berlaku." tandas Imam.
Dikabarkan, untuk Kabupaten Cilacap sendiri melaksanakan prona di 15 Kecamatan dan 61 Desa seperti di Kecamatan Adipala yakni di Desa Karangbenda, Kecamatan Bantarsari di Desa Binangun, Bulaksari, Cikedondong, Kamulyan dan Kedungwadas, Kecamatan Cilacap Tengah di Desa Kutawaru.
Selain
itu juga di Kecamatan Cimanggu di Desa Cisalak, Desa Karangreja, dan Desa
Pesahangan, Kecamatan Cipari di Desa Mulyadadi dan Desa Serang, Kecamatan
Dayeuhluhur di Desa Ciwalen, Desa Dayaeuhluhur, Desa Matenggeng dan Desa
Panulisan Barat.
Kemudian Kecamatan Gandrungmangu di
Desa Gintungreja, Desa Karanggintung, Desa Kertajaya, Desa Layansari dan Desa
Rungkang, Kecamatan Karangpucung di Desa Babakan, Desa Bengbulang, Desa
Cidadap, Desa Ciruyung, Desa Karangpucung, Desa Sindangbarang, Desa Surusunda
dan Desa Tayem.
Untuk
kecamatan lain yakni Kecamatan Kawunganten di Desa Bojong, Desa Mentasan dan Desa
Kubangkangkung, Kecamatan Kesugihan di Desa Planjan, Kecamatan Kedungreja di
Desa Bumireja, Desa Ciklapa, Desa Jatisari, Desa Kaliwungu, Desa Kedungreja,
Desa Rejamulya, Desa Sidanegara, Desa Tambaksari.
Selain itujuga Kecamatan Kroya di
Desa Mergawati, Kecamatan Majenang di Desa Bener, Desa Boja, Desa Mulyadadi,
Desa Mulyasari, Desa Padangsari, Desa Pahonjean, Desa Pengadegan, Desa
Sadabumi, Desa Sadahayu, Desa Salebu, Desa Sepatnunggal, dan Desa Sindangsari,
Kecamatan Maos Di desa Kalijaran, Kecamatan Nusawungu di Desa Jetis dan Desa
Nusawungu, Kecamatan Sampang di Desa Karangjati dan Desa Karangasem, Kecamatan
Sidareja di Desa Tinggarjaya dan Kecamatan Wanareja di Desa Malabar.
Namun
dalam pelaksanaannya, diduga kebanyakan desa melakukan penyimpangan. Biaya
administrasi yang seharusnya Rp 150.000,-, tapi masyarakat harus membayar
berkisar Rp 300.000,- hingga Rp 600.000,- dan panitia beralasan sudah
kesepakatan masyarakat.
Hingga
berita ini diturunkan, suarakpk.com belum bisa memperoleh konfirmasi
dari Kapolres dan Kejaksaan Negeri Cilacap maupun dari Badan Pertanahan Nasional Cilacap.
Sesuai
harapan masyarakat di Desa Nusawungu, Kecamatan Nusawungu, Kabupaten
Cilacap, yang diadukan ke redaksi suarakpk.com akan terus
menelusuri
dugaan pungutan liar dalam Prona di wilayah Jawa Tengah, khususnya saat
ini di Kabupaten Cilacap. Tunggu
hasil
penelusurannya. Baca selengkapnya di Surat Kabar Investigasi SUARAKPK
edisi 65
yang akan terbit tanggal 5 Oktober 2017. (tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar